Text
KETERWAKILAN POLITIK PEREMPUAN DI DPRD KO TA BANDUNG (Studi Kasus Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Bandung Periode 2009-2014)
Sejak Pemilu 1955, keterwakilan perempuan mulai memperlihatkan
kemajuannya. Namun sampai Pemilu 2009-2014, keterwakilan perempuan ini
tidak menunjukkan jumlah yang signifikan, bahkan cenderung menurun, baik
kualitas ataupun kuantitasnya. Meskipun sudah dibuatkan kebijakan affirmative
action 30 % untuk kuota perempuan, keterwakilan politik perempuan masih
menyisakan sejumlah kendala dan persoalan. Persoalan inilah yang menarik untuk
diteliti, terutama tentang bagaimana keterwakilan politik perempuan di DPRD
Kota Bandung periode 2009-2014.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode studi kasus,
dengan harapan bisa mengetahui bagaimana kendala dan persoalan keterwakilan
politik perempuan? Bagaimana pandangan terhadap kebijakan affirmative action
30 % kuota perempuan? Dan apa peran partai politik terhadap keterwakilan politik
perempuan di DPRD Kota Bandung periode 2009-2014?
Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan, yaitu: Pertama,
menurunnya keterwakilan politik perempuan di DPRD Kota Bandung periode
2009-2014 dipengaruhi kuatnya hegemoni laki-laki atas perempuan. Hegemoni
laki-laki atas perempuan ini begitu mengakar dan melekat kuat dibenak para
politisi perempuan, sehingga politisi perempuan di Kota Bandung masih
tersubordinasi, termarginalkan oleh kaum laki-laki. Di tambah lagi, budaya
patriarki di masyarakat Kota Bandung yang sudah terjadi secara bertahun-tahun
lamanya yang susah untuk dihilangkan. Selain itu, masih kuatnya pameo atau
istilah 'pamali' di masyarakat Kota Bandung kalau perempuan terjun ke dunia
politik. Karena perempuan tempatnya di dapur dan tabu untuk aktif di politik.
Hal-hal ini menjadikan perempuan yakin kalau dirinya tidak bisa bersaing dengan
laki-laki, dan tidak mau meningkatkan kualitas dan kompetensinya.
Kedua, pandangan para politisi perempuan mengenai kebijakan affirmative
action 30 % bahwa kebijakan ini bersifat formalistik administratif, yang tidak
mengikat partai politik untuk memenuhi kuota perempuan 30 %. Kebijakan ini
hanya syarat sementara yang tidak bisa berbuat banyak untuk meningkatkan
jumlah keterwakilan politik perempuan di DPRD Kota Bandung periode 2009-
2014.
Ketiga, partai politik tidak memiliki peran yang signifikan dalam
peningkatan jumlah keterwakilan politik perempuan di DPRD Kota Bandung
periode 2009-2014. Partai politik masih menjalankan peran konvensional dan
normatif. Partai politik masih memberlakukan po la kerja yang reaktif daripada
proaktif mencari kader, membina kader, dan mengawal kader sampai sukses
menjadi anggota dewan. Termasuk perhatian dalam mengawal kader-kader dari
kalangan perempuan. Partai politik cenderung memakai kader instan, dan mencari
kader yang sudah terkenal di mata konstituen.
No copy data
No other version available