Text
Efektivitas pengadilan perikanan dalam pemberantasan IUU Fishing berkaitan dengan kewajiban Indonesia sebagai anggota Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) dan conservation for the convention of southern bluefin tuna (CCSBT)
Indonesia merupakan negara yang memiliki posisi yang strategis
dengan wilayah laut yang sangat luas sehingga sering terjadi tindakan
Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing sehingga mendorong
Indonesia berupaya dalam menjaga wilayah lautnya. Indonesia sebagai
salah satu negara anggota dari Regional Management Fisheries
Organization (RMFO) yaitu Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) dan
Commission for the Conservation Southern Blufien Tuna (CCSBT)
memiliki kewajiban, yaitu: menjamin kegiatan yang dilakukan agar sesuai
dengan aturan di negaranya, termasuk pemberlakuan sanksi yang
memadai dan yang mungkin diperlukan untuk membuat efektif ketentuan
ketentuan dalam persetujuan yang akan mengikat anggota. Melalui
Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dibentuklah
pengadilan perikanan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan
memutus tindakan IUU Fishing dan tindak pidana perikanan lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan memahami cara dan
mekanisme pengadilan perikanan dalam menjalankan fungsinya
memberantas IUU Fishing, yang mana juga berkaitan dengan kewajiban
Indonesia sebagai anggota RFMO yaitu IOTC dan CCSBT. Penelitian ini
menggunakan metodeyuridisnormatifdenganspesifikasi deskriptif analitis.
Penelitian yang dikaji menggunakan studi kepustakaan yang dilengkapi
dengan pengumpulan data dari hasil wawancara dengan instansi-instansi
terkait untuk mendapatkan bahan yang lebih lengkap dan akurat.
Kemudian, seluruh data yang terhimpun dianalisis kemudian hasil yang
ditemukan akan disimpulkan secara normatif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, keefektifan pengadilan perikanan
dalam upaya pemberantasan tindakan IUU Fishing di Indonesia juga
berkaitan dengan kewajiban Indonesia sebagai anggota IOTC dan CCSBT
belum maksimal dikarenakan berbagai faktor yang mempengaruhi. Faktor
faktor tersebut antara lain: (i) kurangnya aparat penegak hukum yang
berkompeten dan yang memahami hukum laut dan perikanan, (ii) jangka
waktu dalam menyelesaikan perkara yang dinilai terlalu singkat sehingga
membuat terdakwa mendapat hukuman yang sangat ringan, (iii) ketiadaan
penerjemah menjadi hambatan karena mengingat banyaknya pelaku IUU
Fishing adalah warga negara asing. Selain itu, adanya tumpang tindih
dalam pelaksanaan penegakan hukum perikanan karena banyaknya
lembaga/badan yang diberikan kewenangan untuk melakukan penegakan
hukum di bidang perikanan tanpa melalui proses hukum di Pengadilan
Perikanan. Selanjutnya, pemerintah Indonesia diharapkan dapat
mengambil kebijakan-kebijakan yang lebih efektif sehingga Pengadilan
Perikanan dapat bekerja lebih diefektifkan dan pada akhirnya akan
mendorong Indonesia untuk dapat memenuhi kewajibannya sebagai
anggota IOTC dan CCSBT.
No copy data
No other version available