KOnsep Diri "Bemo" Di Kota Bandung (Studi Fenomenologi Tentang Konsep Diri "Bemo" / Benconhg-Homo Jalanan Di Bandung)
KONSEP DIRI "BEMO" DI KOT A BANDUNG
(Studi Fenomenologi Tentang Konsep Diri "Bemo" (Bencong-Homo) Jalanan di
Bandung)
Tesis dengan judul Konsep Diri "Bemo" di Kota Bandung bertujuan untuk
rnernahami alas an waktu pertama kali memutuskan untuk menjadi "bemo",
sekaligus memahami motif menjadi "bemo" jalanan, yakni dorongan untuk
rnenetapkan pilihan perilaku "bemo", memahami konsep diri "bemo" jalanan,
dan mengetahui simbol-simbol yang terbentuk dalam kelompok "bemo".
Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah: Apa motif yang mendorong
untuk menetapkan pilihan menjadi "bemo" jalanan? Bagaimana konsep diri
"berno" jalanan di kota Bandung? Serta simbol-simbol komunikasi apa saja yang
terbentuk dalam kelompok "bemo"? Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Metode Kualitatif dengan tradisi Fenomenologi. Subjek dalam penelitian
ini adalah "bemo" jalanan di kota Bandung. Pengumpulan data dilakukan dengan
rnetode wawancara mendalam dan observasi partisipasif.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa "bemo" jalanan dapat
dikategorikan menjadi dua, yakni sebagai Bemo Permanen dan Bemo Temporer
berkaitan dengan motivasi mereka untuk menjadi bemo jalanan. Bemo Permanen
adalah bemo yang merasa bahwa jalan hidup melacur adalah satu-satunya jalan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan kebutuhan keluarganya, karena
rnereka merasa tidak ada pekerjaan lain yang lebih sesuai dan lebih menjanjikan
untuk mereka yang berasal dari jenjang pendidikan yang rendah. Sementara itu,
Berno Temporer beralasan untuk turun ke jalan karena dirinya ingin memenuhi
kebutuhan sehari-hari sembari mencari pekerjaan tetap, dan untuk menghabiskan
waktu.
Konsep diri Bemo Permanen maupun Bemo Temporer sama-sama negatif,
karena mereka sama-sama sadar bahwa melacur adalah pekerjaan yang tidak
pantas. Bedanya, bemo permanen memiliki konsep diri yang jauh lebih negatif
dibanding bemo temporer yang merasa percaya diri dan yakin, bahwa pekerjaan
sebagai bemo hanya sementara, dan merasa bahwa diri mereka mampu mencari
pekerjaan lebih baik yang mereka inginkan. Bemo Permanen lebih merasa rendah
diri dengan alasan mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu dan jenjang
pendidikan mereka rendah sehingga tidak mungkin bagi mereka untuk
rnenemukan pekerjaan yang memberi penghasilan sebanyak mereka bekerja
sebagai bemo jalanan.
Perilaku komunikasi yang terbentuk dalam kelompok "bemo" dekat
dengan penggunaan bahasa waria. Perilaku bemo sensitif dan curiga dengan
"orang luar". Simbol komunikasi verbal yang ditunjukkan bemo ialah istilahlkata
kata yang merujuk pada panggilanlsebutan terhadap orang, aktivitas saat bekerja
di jalanan dan kata kerja maupun kata sifat yang merujuk pada kegiatan sehari
hari. Mereka juga menyampaikan pesan nonverbal dari gaya berpakaian dan gaya
berdandan.
No copy data
No other version available