Distribusi bahan bakar minyak untuk umum oleh SPBU melalui perjanjian penunjukan pengelolaan dan penggunaan SPBU antara PT. Pertamina (PERSERO) dengan perusahaan SPBU ditinjau dari hukum perjanjian
ABSTRAK
Pesatnya tumbuh kembang kendaraan bermotor di Indonesia sekarang ini menyebabkan meningkat pula kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM). Sedangkan mengenai distribusi BBM tersebut mutlak menjadi kewenangan pemerintah sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD'45. Penyaluran BBM untuk masyarakat pemakai berkendaraan bermotor menjadi tanggung jawab PT. Pertamina (Persero) melalui kegiatan usaha sektor hilir seperti yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 2001 Tentang MIGAS. Tesis ini dibuat untuk mengetahui dan mengkaji lebih dalam tentang hubungan hukum yang terjalin antara PT. Pertamina (Persero) dengan Perusahaan SPBU melalui Surat Perjanjian Penunjukan Pengelolaan dan Penggunaan SPBU dan juga menggali lebih dalam tentang isi perjanjian sehubungan dengan perlindungan hukum terhadap Perusahan SPBU atas perjanjian baku serta kendala-kendala apasajakah yang terjadi dalam praktik pelaksanaan isi perjanjian tersebut.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan metode pendekatan yuridis normatif. Terhadap pernelitian dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Tehknik pengumpulan data berupa studi pustaka dan wawanca dengan analistis yuridis normatif.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa hubungan hukum yang tercipta antara PT. Pertamina (Persero) dengan Perusahan SPBU iyalah hubungan kerjasama pemasaran BBM biasa yang isi perjanjiannya merupakan campuran dan prinsip keagenan dan distribusi. Dilihat dan segi hukum perjanjian, diketahui isi perjanjian yang dibuat secara baku oleh PT. Pertamina (Persero) memang lebih banyak menguntungan pihak yang membuatnya daripada pihak Perusahan SPBU. Sehingga dalam praktik pelaksanaan isi perjanjian itupun menemui beberapa kendala-kendala yang kerap terjadi tanpa ada penyelesaian sampai sekarang ini. Meskipun terhadap penyelesaian perselisihan diatur dalam perjanjian akan dilakukan secara musyawarah, tetapi jika tidak mencapai kesepakatan maka dapat ditempuh melalui jalur Pengadilan Negri yang berwenang.
No copy data
No other version available