RELIGIUSITAS WARIA (Studi Fenomenologi Terhadap Makna Komunikasi Religius Waria Di Kota Bandung)
Waria dalam kenyataan sosial dianggap sebagai sampah masyarakat karena
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan pandangan umum. la dianggap
kotor sehingga setiap perilakunya selalu dianggap negatif ditambah dengan
penguatan fatwa dari MUI. Namun sebagai manusia ia juga memiliki kebutuhan
yang bersifat fitrah, kebutuhan beragama. Kebutuhan ini dalam bentuknya yang
formal disalurkan melalui kegiatan yang erat kaitannya dengan agama.
Pertentangan antara dirinya yang dianggap kotor dengan kebutuhan fitrah
beragamanya merupakan alasan ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna
agama bagi waria ditinjau dari sudut pandang komunikasi. Melalui paradigm
penelitian kualitatif, metode atau pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan fenomenologi dengan analisis data interpretasi subjektif. Untuk
mengungkap penelitian ini, teori fenomenologi dibantu oleh teori konstruksi sosial
dan interaksi simbolik. Sedangkan informan penelitian adalah waria yang
memiliki aktifitas sebagai pendamping waria yang dinaungi oleh lembaga dan
waria yang berada di luar lembaga. Penelitiannya sendiri dilakukan di kota
Bandung.
Hasil penelitian menunjukan bahwa proses menjadi waria ditinjau berdasarkan
keberadaan identitas mereka sebagai waria, yaitu waria naluriah, waria temporer
dan waria chaos identity. Sementara itu berkaitan dengan pandangan agama
terhadap waria mereka ada yang menyikapi dengan perasaan diridhoi Tuhan, salah
jalan dan masa bodoh.
Bagi waria agama menjadi hal yang tidak terpisahkan dari kehidupannya
sekalipun memiliki steorotip menentang kodrat agama. Sebagai sesuatu yang
fitrah, pada dimensi keyakinan, waria memaknai agama secara positif; keyakinan
agama sumber kekuatan, Pondasi, Aturan, Solusi, Makanan, ldentitas, Pelarian,
dan Privasi. Sementara pada dimensi ritual sebagian besar waria melakukannya
secara balangbetong dan sesuai dengan mood walaupun diantaranya ada yang
kontinyu menjalankan ritual sholat dan bahkan meninggalkannya. Pada dimensi
komitmen terdapat empat kategori yaitu ada yang merasa berdosa, bersyukur,
menyesal, dan tidak berdosa. Dimensi terakhir yaitu, perilaku, diantara waria ada
yang berorientasi untuk hidup orang lain (sosial) juga hanya untuk dirinya sendiri
(asosial).
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan peneliti menyarankan bahwa setiap
elemen Negara, baik pemerintah atau masyarakat harus mulai melihat waria
dengan si si yang lebih bijak dan moderat. Mereka pada dasamya manusia yang
butuh pengakuan, memiliki hak hidup dan hak mendapatkan pendidikan dan
pekerjaan. Hal yang paling substansial adalah bahwa mereka juga harus
diakomodasi berkaitan dengan kepentigannya menyalurkan hasrat beragamanya.
No copy data
No other version available