Studi fitokimia metabolit sekunder dari tumbuhan mangrove indonesia, sonneratia alba dan sonneratia caseolaris serta aktivitas antibakterinya terhadap bakteri gram positif staphyloccus aureus dan streptococcus mutans
ABSTRAK
Hutan mangrove merupakan ekosistem keanekaragaman hayati yang tinggi. Telah dinyatakan sebelumnya bahwa keanekaragaman hayati berarti keragaman kimia disebabkan ketahanan evolusi yang konstan untuk bertahan hidup akan sangat aktif. Dengan demikian, selain adaptasi morfologi dan fisiologis tumbuhan mangrove, produksi metabolit sekunder bioaktif diduga memainkan peran penting dalam kompetisi tumbuhan mangrove dengan tanaman lain, hewan dan mikroorganisme pada sumber daya yang terbatas di habitat mereka. Bahkan, kemampuan mangrove untuk menghasilkan beragam senyawa bioaktif terlihat dalam berbagai publikasi yang menggambarkan keragaman kimia tinggi metabolit sekundernya, meskipun fakta bahwa penelitian intensif pada metabolit sekunder tumbuhan mangrove (bakau) barn terlihat dalam dua dekade terakhir. Dalam penelitian berkelanjutan kami untuk mencari senyawa-senyawa yang beraktivitas antibakteri dari tumbuhan mangrove Indonesia, ekstrak metanol dari kulit batang tumbuhan mangrove Sonneratia menunjukkan aktivitas anti bakteri terhadap bakteri Gram positif Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Sonneratia merupakan salah satu tumbuhan mangrove dari famili Lythraceae (dikenal di Indonesia sebagai Pidada) dan terdistribusi secara luas di pesisir Asia tenggara dan lautan India. Tumbuhan ini telah digunakan dalam pengobatan tradisional untuk pengobatan luka, diare, borok dan demam. Penyelidikan fitokimia sebelumnya pada genus Sonneratia telah dilaporkan adanya kandungan senyawa triterpenoid, steroid, asam lemak, flavonoid dan bifenil yang menunjukkan aktivitas biologis beragam seperti antibakteri, anti-inflamasi dan insektisidal. Walaupun senyawa metabolit sekunder dari genus Sonneratia telah banyak dilaporkan, tetapi kandungan senyawa antibakteri dari kulit batang tumbuhan mangrove Sonneratia Indonesia belum dilaporkan. Pada penelitian ini dua dan tiga tumbuhan Sonneratia yang tumbuh di Indonesia diteliti kandungan kimianya dengan dipandu uji antibakteri. Kulit batang Sonneratia alba dan Sonneratia caseolaris secara terpisah diekstraksi berturut-turut dengan n-heksana, etil asetat dan metanol pada temperatur kamar. Ekstrak n-heksana dan etil asetat dari kedua tumbuhan tersebut memberikan aktivitas antibakteri yang signifikan terhadap bakteri Gram positif S. aureus dan S mutans, sedangkan ekstrak metanol tidak memberikan aktivitas antibakteri. Ekstrak n-heksana kulit batang S. alba dipisahkan dengan kombinasi teknik kromatografi dihasilkan senyawa 1 dan 2. Ekstrak etil asetat dipisahkan dengan kombinasi kolom kromatografi pada silika gel dan ODS dihasilkan senyawa 3-7. Ekstrak n-heksana dari kulit batang S. caseolaris dipisahkan seperti pada ekstrak n-heksana S. alba dihasilkan senyawa 2, sedangkan ekstrak etil asetat S caseolaris dipisahkan seperti yang dijelaskan pada ekstrak etil asetat S. alba dihasilkan senyawa 8-11. Struktur kimia senyawa 1-1I dielusidasi dengan metode spektroskopi dan perbandingan data spektra yang diperoleh dari penelitian sebelumnya. Diantara senyawa yang telah diisolasi (1¬11), senyawa 5 ditetapkan sebagai senyawa triterpenoid tipe lupan baru dan dinamakan asam-313-hidroksi-lup-9(1 l),12-diene-28-at, Senyawa 3 dan 6 ditetap
kan senyawa turunan bifenil barn dan diberi nama berturut-turut
[1,1'bi fen il] -5,2'-dihidrok si-4'-metoksi-2-dodekanil ester dan 3,5,3 ',5'-tetrahidrok¬si-4-4'dimetoksi-bifenil, sedangkan senyawa 8 dan 9 ditetapkan sebagai senyawa turunan fenolik barn dan dinamakan 13-D-glukopiranosida-1-(2,4-dihidroksi¬benzoat) dan benzopiran-2,2-dimetil-613-D-glukopiranosa-8-metil ester. Sebagai tambahan, senyawa 1 dan 4 diidentifikasi sebagai senyawa triterpenoid lupan yang telah dikenal, lupan-3f3-ol dan lupeol, senyawa 2 diidentifikasi sebagai stigmasterol dan senyawa 7 sebagai 4'-hidroksi-3,4,3'-trimetoksi ellagat serta senyawa 10 dan 11 diidentifikasi berturut-turut sebagai kuersetin-313-D-glukopiranosida and kuersetin. Aktivitas antibakteri senyawa 1-11 dilakukan dengan teknik mikro dilusi cair pada plat mikro-titer 96 lubang dievaluasi dengan nilai konsentrasi hambat minimum (MIC). Diantara senyawa triterpenoid tipe lupan, senyawa 5 ditemukan memberikan aktivitas antibakteri yang paling potensial terhadap S. aureus dengan nilai MIC 20,6 dan 15,6 pg/mL, menyarankan bahwa gugus karboksil diduga menjadi bagian struktur penting untuk aktivitas antibakteri dalam struktur triterpenoid lupan. Diantara senyawa bifenil, senyawa 7 memberikan aktivitas antibakteri terkuat terhadap S. aureus dengan nilai MIC 17,8 dan 26,6 ng/mL, menyarankan bahwa gugus lakton merupakan bagian struktur penting untuk aktivitas antibakteri senyawa bifenil, sedangkan diantara senyawa fenolik dan flavonoid 8-11, yang tidak mengandung gugus gula memberikan aktivitas antibakteri terkuat dengan nilai MIC 71,2 dan 98,9 pg/mL, menyarankan keberadaan gugus gula menjadi bagian struktur penting dapat menurunkan sifat antibakterinya_ Studi fitokimia terhadap tumbuhan mangrove Sonneratia Indonesia, telah membuktikan bahwa kondisi dari tempat tumbuhan mangrove yang sangat tergantung dari variasi kadar garam, suhu dan kelembaban memiliki kemampuan untuk menghasilkan senyawa metabolit sekunder baru dengan struktur yang unik_
No copy data
No other version available