Implementasi pemahaman tentang riba pada masyarakat buruh tani Kasus desa pakubeureum Majalengka
MasaIah sentraI peneIitian ini adaIah mengapa niIai-niIai AI-Qur'an tidak
menjadi rujukan bagi masyarakat buruh tani di pedesaan dalam berperiIaku sehariĀ
hari dengan sistem sosiaI budaya pedesaan yang mayoritas penduduknya
beragama Islam dan sebagai warga negara yang berfilsafat hidup Pancasila,
dengan menempatkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama yang
. mendasari sila-sila lainnya.
Iidentifikasi masalahnya adaIah: (1) Mengapa masyarakat buruh tani
terjerumus ke dalam perbuatan riba yang dilarang agama yang dianutnya di lihat
dari pengetahuan dan pemahaman al-Qur'an tentang riba? (2) Bagaimana
sosialisasi hukum riba yang berlangsung di masyarakat pedesaan khususnya Desa
Pakubeureum dalam membentuk sikap terhadap riba dalam konteks interaksi
sosial ekonomi sehari-hari? (3) Pola perilaku riba yang bagaimana yang
dilaksanakan buruh tani Desa Pakubeureum? (4) Bagaimana -upaya pemerintah
desa dan pemuka agama Islam dalam mengantisipasi berkembangnya pelaku riba
di desanya?
Penelitian ini merupakan studi kasus dengan metode atau pendekatan
kualitatif. Pendekatan ini lebih dikenal dengan pendekatan induktif. Melalui
penelitian ini ditemukan seluruhnya rentenir (orang yang meminjamkan uang)
yang kemudian disebut YM (yang meminjamkan) dan korbannya yakni buruh tani
(orang yang meminjam) mengetahui bahwa riba dilarang bagi manusia. Mereka
juga memaharni dengan riba secara ekonomis hidupnya semakin berat.
Pengetahuan tersebut diperkuat dan dibenarkan oleh pemuka masyarakat, Pamong
Desa, dan pemuka agama, juga oleh buruh tani lainnya. Mereka tidak memiliki
daya tahan berdasarkan pengetahuan dan pemahamannya, meskipun bersikap
negatif terhadap riba, namun mereka melakukan riba dengan alasan terdesak oleh
kebutuhan dan bersifat insidental. Terdapat buruh tani yang tidak terjerumus
kepada riba dengan alasan dilarang oleh Allah dan takiit tidak dapat membayar.
Buruh tani kelompok ini jumlahnya tidak banyak, hanya aberkisar 20 % saja. YM
dan Buruh tani terjerumus kepada riba karena informasi tentang riba tidak lengkap
atau rnendalam, sebagai akibat dari kurangnya sosialisasi baik dari pemuka agama
maupun penbinaan dari pemerintah desa. Buruh tani memandang 10 jenis
kebutuhan mendesak telah membentuk pola perilaku riba mereka. Dari kesepuluh
kebutuhan mendesak itu dapat dikelompokkan kedalam lima kategori berdasarkan
urutan sebagai berikut : (1) Urutan pertama yang paling sering menjadi pola
perilaku riba adalah kebutuhan makan atau mencari makan; (2) Urutan kedua
yang paling sering menjadi pola perilaku riba adalah biaya anak sekolah, bayar
-Hstrik, bayar utang, dan berobat; (3) Urutan ketiga yang paling sering menjadi
pola perilaku riba adalah membeli pakaian; (4) Urutan keempat yang paling sering
menjadi pola perilaku riba adalah membeli alat-alat rumah tangga; (5) Urutan
kelima yang paling sering menjadi pola perilaku riba adalah jajan anak, bekal
rekreasi, clan iindangan.
No copy data
No other version available