Gender Dalam Komunikasi di Lingkungan Pesantren
Pesantren merupakan institusi Islam tertua di Indonesia yang telah
memberikan warna pemahaman keagamaan. Peran pesantren dalam
sejarahnya telah memberikan perubahan sosial secara signifikan. Akan
tetapi cara pandang dan sistem pengajaran yang cenderung dogmatis dan
ideologis, pesantren cenderung resistensi terhadap ide-ide modernisasi dan
pembaharuan pemikiran Islam. Salah satu wacana ide-ide modernisasi yang
ditolak di lingkungan Pesantren Miftahul Huda adalah gender. Gender
dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama. Gender dianggap budaya barat
yang tidak selaras dengan nilai-nilai Islam. Terdapat empat masalah yang
menyangkut bias gender di dalam komunikasi di lingkungan pesantren,
yaitu: (a) sumber wacana ideologi bias gender; (b) agen ideologi bias
gender; (c) komunikasi yang bias gender; (d) dan ketimpangan gender.
Untuk menjelaskan masalah tersebut digunakan pendekatan etnografi kritis
yaitu pengabungan antara etnografi dan teori kritis dengan landasan teori
ideologi (ketidaksadaran mendalam), teori perforrna komunikasi
(performance), dan teori feminis (teori gender dan muted group theory).
Temuan penelitian menunjukan terjadinya bias gender dalam komunikasi di
lingkungan Pesantren Miftahul Huda dalam perforrna ritual, perforrna
sosial, hasrat, dan perforrna politis. Dampak dari bias gender dalam
komunikasi pesantren menyebakan terjadinya ketimpangan gender yang
merugikan perempuan, di antaranya: subordinasi perempuan, stereotip
terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan, dan ketertinggalan
perempuan dalam penguasaan tekhnologi. Oleh karena itu untuk
mewujudkan komunikasi yang bebas bias gender diperlukan kesadaran
kritis. Model kesadaran kritis dapat dibangun dengan tiga langkah
komunikasi yaitu dialog, intervensi, dan resistensi.
No copy data
No other version available