Jaringan pesantren di priangan (1800-1954)
ABSTRAK
Judul Disertasi : Jaringan Pesantren di Priangan (1800-1945)
Subjek : Pesantren, Jaringan, Priangan
Penelitian ini berisi uraian tentang jaringan pesantren di Priangan dari tahun 1800 sampai dengan tahun 1945. Permasalahan yang dibahas dalam disertasi ini adalah bagaimana eksistensi dan penyebaran pesantren di wilayah
Priangan dari abad ke-19 sampai dengan masa pendudukan Jepang.
Permasalahan lain yang diteliti adalah bagaimana jaringan yang terbentuk antarpesantren di wilayah Priangan. Kajian ini penting dilakukan, karena penyebaran Islam ke berbagai pelosok di wilayah Priangan tidak bisa dipisahkan dengan pesantren berikut jaringan yang terbentuk di dalamnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian disertasi ini ialah metode sejarah dengan melalui tahapan heuristik, kritik interpretasi, dan historiografi. Untuk mendapatkan eksplanasi tentang permasalahan yang diteliti, dipergunakan juga pendekatan dengan menggunakan teori George Simmel tentang interaksi timbal batik, serta Weber tentang tindakan sosial dan otoritas/kepemimpinan
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa selama periode 1800-1945 di wilayah Priangan terdapat jaringan yang menggambarkan adanya hubungan antarpesantren. Ada lima bentuk jaringan yang muncul sebagai manifestasi dari adanya hubungan antarpesantren. Pertama, jaringan antarpesantren yang terbentuk dengan didasarkan kepada hubungan keilmuan. Secara komprehensif sebagian besar pesantren-pesantren yang berada di wilayah Priangan seperti Pesantren Al-Falah Biru, Pangkalan dan Keresek di Garut; Gentur, Kandang Sapi dan Darul Fatah Jambudipa di Cianjur; Sukamiskin di Bandung; dan Darul Ulum di Ciamis secara keilmuan memiliki mata rantai dengan bermuara pada satu sumber ilmu yaitu Syekh Khatib Sambas di Mekah. Kedua, jaringan antarpesantren yang terbentuk dengan didasarkan kepada hubungan geneologis/kekeluargaan. Keberadaaan Pesantren Sumur Kondang, Keresek, Gentur, dan Cijawura adalah contoh bahwa empat pesantren tersebut masih memiliki hubungan geneologis. Ketiga, jaringan antarpesantren yang terbentuk dengan didasarkan kepada hubungan perkawinan. Adanya perkawinan antara keluarga Pesantren Cidewa dengan Pagerageung, Pesantren Cipari dengan Cilame, Cipasung dengan Gentur Rancapaku, Cijantung dengan Gegempalan, Sukamiskin dengan Al-Jawami, dan Pesantren Sukamiskin dengan Cijawura Bandung, telah menjadi bukti adanya jaringan perkawinan antarpesantren. Keempat, jaringan antarpesantren yang terbentuk dengan didasarkan kepada adanya hubungan persamaan dalam pengembangan tarekat tertentu. Kemunculan Pesantren Suryalaya yang mengembangkan Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah yang diikuti dengan pengangkatan wakil-wakil talqin-nya dan Pesantren Al-Falah Biru yang mengembangkan Tarekat Tijaniyah dengan mengangkat para muqaddam-nya adalah contoh dalam bentuk ini. Kelima, jaringan antarpesantren yang terbentuk berdasarkan persamaan visi dalam kegiatan pergerakan dan perjuangan menentang penjajah. Adanya jalinan kerja sama antara Pesantren Al-Falah Biru dengan Samsul Ulum Gunung Puyuh melalui organisasi POI! (Persatoean Oemat Islam Indonesia), dan Pesantren Cipasung dengan Sukamanah dalarn organisasi Nandhatul Ulama Tasikmalaya yang berjuang menentang Belanda dan Jepang telah menjadi bukti bahwa keempat pesantren ini memiliki visi yang sama dalam kegiatan pergerakan dan penentangan terhadap praktik-praktik imperialisme.
No copy data
No other version available