Kepailitan badan usaha milik negara (BUMN) berbentuk persero dikaitkan dengan asas kepastian hukum bagi pengembangan perekonomian Indonesia
ABSTRAK
Disertasi ini merupakan hasil penelitian dan kajian terhadap praktik penerapan Pasal 2 ayat (1) juncto ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU) yang pada dasamya menentukan bahwa terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk Persero (Persero) maupun berbentuk Perusahaan Umurn (Perim) dapat diajukan permohonan pernyataan pailit. Permasalahan muncul dikalangan para praktisi hukum, advokat dan para Hakim serta akademisi dalam menafsirkan "BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik" sehubungan dengan permohonan pernyataan pailitnya hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Kepailitan BUMN Persero menimbulkan permasalahan pula karena demi hukum seluruh aset akan berada dalam sita umum, sedangkan mengenai status aset BUMN Persero terhadap aset Negara pun terdapat perbedaan pendapat, sebagai akibat ketidak harmonisan antara Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN (UUBUMN), UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), dengan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UUKN), dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UUT'N).
Paparan mengenai obyek penelitan dalam disertasi ini menggunakan metode penelitian yang bersifat diskriptif analitis dan pendekatan yuridis normatif, yang mengutamakan data sekunder benva studi kepustakaan, dengan didukung data primer, yakni melalui wawancara untuk mendapatkan jawaban langsung dari narasumber yang terkait.
Hasil dari penelitian disertasi ini menyimpulkan bahwa terhadap BUMN Persero dapat diajukan permohonan pernyataan pailit oleh siapapun, apabila tidak lagi dapat membayar utang-utangnya kepada lebih dari dua kreditor, dan salah satu utang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UUPT. Penyertaan modal Negara yang dipisahkan dari kekayaan negara diwujudkan dalam bentuk saham, sehingga Menteri Keuangan berkedudukan sebagai pemegang saham, dan terhadap aset BUMN Persero dapat dilakukan sita umum, kecuali terdapat fasilitas—fasilitas Negara yang bukan merupakan penyertaan modal. BUMN Persero yang tnengalami kesulitan keuangan, sehingga tidak dapat membayar utang-utangnya kepada para kreditor, maka kepailitan memberikan jalan keluar terbaik dalam rangka melakukan penyelamatan perusahaan, selain membayar utang-utang kepada para kreditor melalui likuidasi aset juga melalui restrukturisasi, yang pada akhirnya BUMN Persero dapat beroperasi kembali dengan keadaan yang segar. Pada akhirnya tujuan BUMN Persero untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat akan tercapai.
No copy data
No other version available