Kebijakan pidana qanun Nanggroe Aceh Darusalam dalam sistem hukum pidana Nasional
ABSTRAK
KUHP yang berlaku di Indonesia adalah Wetboek van strafrecht. Tuntutan akan adanya KUHP Nasional yang mencerminkan nilai-nilai ke-Indonesiaan sudah lama dirasakan dan sudah diupayakan, kini rancangan KUHP tersebut sudah dilimpahkan kepada DPR untuk dibahas. Di sini lain, perubahan paradigma dalam ketetanegaraan telah memberikan kekuasaan lebih besar kepada daerah untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah. Provinsi Aceh yang metneperoleh kekhususan berdasarkan beberapa Undang-undang dan terakhir dengan Undang-undang No 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, telah mengeluarkan beberapa Qanun syariat dan di dalamnya terdapat ancaman pidana yang tidak terdapat di dalam KUHP sebagai induk dari Hukum Pidana materil. Implementasi dan penegakan qanun ini dilakukan oleh sistem peradilan pada Mahkamah Syar'iyah. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan menjelaskan implementasi sanksi pidana Qanun Provinsi Aceh dalam praktik peradilan serta
mengetahui dan menjelaskan bagaimana kebijakan pidana Qanun Provinsi
Aceh dalam perspektif pembangunan hukum pidana nasional.
Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian Kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder berupa bahan hukum; primer, sekunder dan tertier. Bahan hukum primer berupa UUD 1945, TAP MPR, UU dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait. Bahan hukum sekunder berupa pendapat para pakar hukum yang terkait dengan pembangunan hukum, hal tersebut diperoleh dari buku-buku teks, artikel dan jurnal serta hasil-hasil penelitian terdahulu. Bahan hukum tertier, berupa; ensiklopedi,
bibliografi dan kamus yang relevan. Penelitian lapangan dilakukan untuk
melengkapi data kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hakim Mahkamah Syar'iyah cendrung menjatuhkan pidana cambuk daripada jenis pidana yang lain terhadap pelanggar Qanun, yaitu Qanun khalwat, maisir dan khamar. Di dalam tiga qanun ini tidak ditemukan pengaturan tentang pidana berupa tindakan dan dalam palaksanaannya masih terdapat kendala yuridis berupa Hukum Pidana formil. Sedangkan dalam perspektif pembangunan Hukum Pidana, maka kebijakan pidana qanun Aceh dapat dijadikan dasar bagi pembangunan hukum pidana nasional yang berwawasan Bhineka Tunggal Ika sebagai salah satu wawasan pembangunan hukum yang berwawasan nasional. Disarankan hendaknya pidana cambuk dijadikan sebagai pidana alternatif, bukan satu-satunya pidana, dan segera membuat hukum pidana formil serta segera melakukan revisi qanun syari'at dengan mencantumkan sanksi berupa tindakan. KUHP Nasional sebagai induk dari Hukum Pidana materil hendaknya memuat aturan yang dapat dijadikan payung hukum, sehubungan dengan tuntutan beberapa daerah dalam menerapkan ketentuan hukum yang hidup di dalam masyarakat.
No copy data
No other version available