Hukum Kepariwisataan Nasional Berbasis Ekspresi Budaya Tradisional Menuju Negara Kesejathteraan
ABSTRAK
Pariwisata sebagai suatu industri yang menjadi sumber utama pendapatan negara memiliki keterkaitan erat dengan ekspresi budaya tradisional (EBT) yang apabila dikelola secara baik, merupakan suatu industri yang mampu memberikan kontribusi ekonomi secara langsung dan serentak bagi upaya pelestarian, pemanfaatan, pengembangan/ modifikasi ekspresi budaya tradisional beserta para pengembannya. Pada kenyataannya hal ini tidak terjadi dalam kepariwisataan Indonesia
EBT merupakan salah satu sumber daya utama bagi daya tank pariwisata Indonesia sebab menjadi faktor diferentator utama yang membedakan Indonesia dengan negara lainnya. Hal ini menjadi penting di era globalisasi yang mengarah pada homogenitas kebudayaan dimana interaksi dan integritas global menyebabkan kecilnya perbedaan norma-norma, ide, konsep-konsep antar negara. Bergesernya nilai budaya menjadi nilai global merupakan bahaya yang perlu diwaspadai. Sejatinya produk hukum kepariwisataan harus mampu turut melindungi EBT sekaligus menjadi 'caretaker', pengatur, pengelola yang bertanggung jawab atas manfaat ekonomi yang timbul daripadanya, dan memastikan manfaat tersebut terdistribusi dengan baik, adil dan merata sesuai falsafah Pancasila dan konsep negara kesejahteraan. Pada sisi yang lain, tekanan yang ditujukan pada industri kepariwisataan akibat komitmen-konaitmen yang dibuat pemerintah dalam perjanjian intemasional yang sarat dengan prinsip-prinsip kapitalisme lalu dikristalisasi ke dalam sumber hukum formal terkait kepariwisataan, telah menyebabkan konflik ideologi dan disfungsi hukum. Hal ini mengakibatkan potensi luar biasa kepariwisataan Indonesia tidak dapat optimal terlebih lagi dalam upaya mensejahterakan para pengemban EBT.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini termasuk penelitian hukum dengan pendekatan yuridis normatif dengan mengkaji data-data sekunder, baik berupa aturan-aturan hukum tentang kepariwisataan dan EBT serta metode perbandingan hukum kepariwisataan dikaitkan dengan perlindungan EBT tradisional di beberapa negara lain. Kajian terhadap 3 masalah yang dikemukakan dalam karya tulis ini, disimpulkan dalam tiga kesimpulan, yaitu: Pertama, tidak semua isi Perjanjian Internasional tentang kepariwisataan dapat bersinergi dengan hukum kepariwisataan Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Kedua, Terkait Undang-undang Kepariwisataan, Pemerintah telah alpa melaksanakan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 yang mewajibkan Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Ketiga, hukum EBT merupakan langkah penting untuk mendukung pariwisata menuju negara sejahtera. Walaupun perlindungan EBT sendiri masih berpayung pada Undang-Undang Hak Cipta, pembentukan sui generis legal regime (rejim hukum khas) yang dapat memberikan pelindungan hukum terhadap EBT serta rekonstruksi substansi UU Kepariwisataan menjadi jawaban penulis atas permasalahan tersebut.
No copy data
No other version available