Implementasi fungsi pngawasan dewan perwakilan daerah terhadap pelaksanaan undang-undang
ABSTRAK
Dewan Perwakilan Daerah adalah lembaga baru, terbentuk berdasarkan hasil perubahan Ketiga UUD 1945. Lembaga barn ini diberi fungsi antara lain, fungsi pengawasan terbatas sebagaimana dalam Bab VIIA, Pasal 22D ayat (3) UUD 1945. Fungsi pengawasan ini dijabarkan dalam UU. No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Pada kenyataannya, kewenangan menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang mengandung tiga permasalahan: Pertama, apakah dalam ketentuan perundang-undangan yang ada memberikan kewajiban kepada DPD menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang? Kedua, apakah kelemahan dalam pengaturan dan kelemahan implementasi pengawasan DPD terhadap pelaksanaan undang-undang? Ketiga, Bagaimanakah perimbangan pengawasan DPD dan DPR atas pelaksanaan undang-undang?
Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu terutama mengkaji ketentuan-ketentuan hukum positif dan menelusuri asas-asas hukum yang terdapat dalam. hukum positif. Penggunaan pendekatan yuridis normatif dimaksudkan untuk mengetahui, memahami dan menganalisis serta menemukan problematika dan solusi implementasi fungsi pengawasan DPD terhadap pelaksanaan undang-undang.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa sesuai gagasan awalnya, DPD hendak diberi peran mewakili daerah dalam merumuskan kebijakan strategis pada tingkat nasional. Selain itu, hendak dijadikan sebagai kamar kedua dalam sistem perwakilan dua kamar, berfungsi mengawasi eksekutif dan kamar lainnya dalam rangka checks and balances. Namun kenyataanya: Pertama, tidak terdapat sinkronisasi hubungan wewenang DPD dengan gagasan pembentukannya. Rumusan Pasal 22D ayat (3) UUD 1945, tidak meletakkan kewajiban kepada DPD untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang. Kedua, adanya kelemahan pengaturan DPD dalam UUD, sehingga menjadi kendala baik untuk pengaturan lebih lanjut dalam undang-undang dan pengaturan teknis, maupun dalam implementasi pengawasan dan hasil-hasilnya. Ketiga, timbul pula ketidakseimbangan wewenang DPD dengan DPR. Fungsi, tugas dan wewenang serta hak yang diberikan kepada DPD tidak bermakna apabila dibandingkan dengan hak institusional DPR berupa hak angket, interpelasi dan menyatakan pendapat. Dengan demikian diperlukan solusi mendasar, yaitu melakukan perubahan kelima UUD 1945, yakni penguatan wewenang berinisiatif dan kemandirian melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang. Untuk meminimalisir kelemahan saat ini, diperlukan konvensi ketatanegaraan. Selain itu UU. No. 27 Tahun 2009 di atas dan Ketentuan mengenai Tata Tertib DPD perlu diubah dengan memberi peluang lebih berarti bagi kepentingan daerah.
No copy data
No other version available