Perkembangan Politik Hukum Pertanian Di Tinjau Dari Hubungan Wewenang Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah Menurut UUD 1945
ABSTRAK
Sebelum kemerdekaan terkait wewenang mengurus pertanahan menjadi domein raja/negara dengan prinsip domein verklaring yaitu tanah sebagai milik raja/negara, yang membawa implikasi raja/negara berkuasa mutlak atas tanah sebagaimana diatur dalam Agrarishe Wet. Setelah kemerdekaan hak memiliki menjadi hak menguasai negara yang diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 lebih lanjut diatur dalam UUPA. Dalam perkembangannya wewenang yang semula menjadi wewenang Pemerintah Pusat mengalami perubahan dengan pemberlakuan otonomi daerah berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 perubahan atas UU No. 32 Tahun 2004. Identifikasi masalah yang di kaji bagaimanakah perkembangan politik hukum pertanahan di tinjau dari wewenang mengurus, bagaimanakah makna hubungan wewenang antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, dan bagaimanakah konsep harmonisasi dan sinkronisasi terkait wewenang mengurus pertanahan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
Penelitian yang digunakan, adalah penelitian yuridis normatif yang menekankan pada data sekunder. Pendekatan secara hukum normatif dilakukan dengan melakukan kajian dan analisa menyeluruh dan mendalam terhadap seluruh data sekunder. Bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Penelitian juga menggunakan studi perbandingan hukum dengan negara Philipina, Belanda dan Perancis. Analisis data menggunakan analisis secara kualitatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap kaidah-kaidah hukum, yang berhubungan dengan kajian penelitian ini.
Hasil penelitian perubahan politik hukum pertanahan di tinjau dari wewenang mengurus karena 3 (tiga) faktor. Pertama, faktor ideologi, pada masa sebelum kemerdekaan ideologi yang digunakan adalah ideologi barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa. Karena di bentuk dengan berpedoman pada prinsip liberalistik. Kedua, faktor yuridis, setelah kemerdekaan ideologi yang digunakan dalam pembangunan hukum pertanahan bersumber pada pancasila sebagai identitas berbangsa dan bernegara. Ketiga, faktor non yuridis, terutama mengenai aspek politik dan sosial. Makna hubungan wewenang di bidang pertanahan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah sebagai hubungan subordinasi, hubungan pengawasan dan tanggungjawab untuk mewujudkan tujuan negara dalam negara kesatuan. Untuk mewujudkan harmonisasi dan sinkronisasi wewenang mengurus pertanahan diperlukan keterpaduan hukum yang mengatur terkait wewenang dan keterpaduan lembaga yang berwenang menangani pertanahan.
No copy data
No other version available