Dampak manajemen konflik perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar terhadap kinerja perusahaan di tingkat kebun (studi kasus di perkebunan tambaksari PTPN VIII)
Selama ini, konflik yang terjadi di perusahaan perkebunan Tambaksari
PTPN VIII dengan masyarakat sekitamya hanya dikelola secara crash
programme. Perusahaan dituntut untuk menerapkan model manajemen konflik
dengan tepat.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji (1) faktor pendorong terjadinya
konflik antara pihak perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitarnya, (2)
penerapan manajemen konflik yang telah dilakukan oleh perusahaan perkebunan,
(3) dampak manajemen konflik yang diterapkan perusahaan perkebunan
terhadap kinerja perusahaan di tingkat kebun, dan (4) merancang model
manajemen konflik yang sesuai bagi perusahaan perkebunan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi
kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan (a) observasi, (b) wawancara dan
(c) studi dokumentasi. Selanjutnya, data yang terkumpul dicek keabsahannya
dengan menggunakan teknik triangulasi.
Hasil penelitian menunjukkan 1) Faktor kebutuhan masyarakat sekitar
perkebunan akan lahan garapan, rendahnya pendapatan masyarakat, kurangnya
respon perusahaan perkebunan terhadap keinginan masyarakat, adanya lahan
tidur milik perusahaan perkebunan, dan lamanya proses pengurusan perpanjangan
HGU memicu terjadinya konflik antara perusahaan perkebunan dengan
masyarakat sekitar; 2) Manajemen konflik yang diterapkan oleh perusahaan
perkebunan masih belum tepat, karena hanya menerapkan model akomodasi,
kompromi, dan tindakan represif yang hanya dapat menekan konflik sementara
waktu, sedangkan penanaman tanaman KKE dapat menimbulkan konflik baru;
3) Kurang tepatnya perusahaan perkebunan dalam menerapkan manajemen
konflik terhadap masyarakat sekitar telah berdampak pada kinerja perusahaan
yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari bertambahnya lahan perkebunan yang
digarap masyarakat, Masyarakat merubah sendiri jenis tanaman yang telah
disepakati bersama, terjadi alih garap, dan sulitnya pencapaian target produksi teh
sebagai akibat penanaman pohon KKE; dan 4) Model manajemen konflik yang
sesuai bagi perusahaan perkebunan adalah Kolaborasi Sinergisme Berbasis
Potensi Lokal.
No copy data
No other version available