Analisis faktor penyebab konversi kawasan hutan lindung mangrove ke tambak berkaitan dengan pengelolaannya di wilayah pesisirkota singkawang kalimantan barat
SLAMET JUMAEDI, Analis Faktor Penyebab Konversi Kawasan Hutan
Lindung Mangrove ke Tambak Berkaitan Dengan Pengelolaannya di Wilayah
Pesisir Kota Singkawang Kalimantan Barat. Dibimbing oleh OTONG SUHARA
DJUNAEDI dan ZAHIDAH HASAN
Jenis vegetasi mangrove yang terdapat di lokasi penelitian (dalam transek)
terdiri dari Avicennia alba, Sonneratia alba, Rhizophora mucronata, dan
Excoecaria agallocha. Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi mangrove untuk
tingkat pohon tertinggi terdapat pada jenis Avicennia alba yaitu 265,95,
Sonneratia alba (25,10), Rhizophora mucronata (8,96), dan Excoecaria agallocha
(0,00). INP yang besar pada jenis Avicennia alba dan Sonneratia alba
menunjukan bahwa jenis ini merupakan jenis yang paling dominan dan mampu
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang ada, sehingga jika ada upaya
rehabilitasi terhadap kawasan yang rusak, maka prioritas utama jenis vegatasi
mangrove yang ditanam adalah Avicennia alba kemudian diikuti Sonneratia alba
lalu Rhizophora mucronata dan Excoecaria agallocha.
Nilai total manfaat ekonomi mangrove di Pesisir Kota Singkawang adalah
sebesar Rp. 248.184.754,76/ha/thn atau sekitar 7 (tujuh) kali lebih besar jika
bandingkan dengan nilai ekonomi tambak yang sebesar Rp. 35.425.000,00
/ha/thn. Hal ini menunjukan bahwa lebih menguntungkan mangrove dibiarkan
dalam kondisi lestari daripada dikonversi menjadi tambak. Begitu juga apabila
nilai ekonomi tambak dibandingkan dengan nilai manfaat langsung ekosistem
mangrove (Rp. 78. 178.363,03/ha/thn), maka nilai ekonomi tambak tetap lebih
kecil.
Faktor penyebab utama konversi ekosistem mangrove menjadi tambak di
wilayah pesisir Kota Singkawang adalah (1) Tingginya kebutuhan ekonomi dan
kurangnya kesadaran kepentingan ekologis serta kepedulian masyarakat akan
dampak lingkungan, (2) Proses penetapan kawasan menjadi hutan lindung bakau
Berdasarkan SK MenHut No. 259/kpts-II/2000 dilakukan tanpa sepengetahuan
dan tanpa melibatkan masyarakat yang sudah mendiami kawasan ini secara turun
temurun. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya perusakan hutan mangrove berat
oleh masyarakat yang ditimbulkan karena kekecewaan masyarakat pesisir Kota
Singkawang yang tentunya akan berdampak pada masa yang akan datang.
Kemudian rendahnya kesadaran masyarakat tentang konversi dan fungsi
ekosistem mangrove. (3) Berdasarkan Parameter fisik lingkungan mangrove yang
di amati terdiri dari Suhu Air, KekeruhanlTurbiditas, Kecerahan Perairan Laut,
dan Gelombang, untuk variabel kimiawi lingkungan mangrove yang diamati
adalah Salinitas, Derajat Keasaman (pH air), Oksigen Terlarut (DO), dan
Kandungan Unsur Hara (Nutrient) di wilayah pesisir Kota Singkawang yang mana
kondisi fisik kimiawi ekosistem mangrove sangat baik dan sangat dimungkinkan
untuk budidaya tambak udang, Reklamasi seperti ini telah memusnakan ekosistem
VI
mangrove dan juga mengakibatkan efek - efek yang negatif terhadap perikanan di
perairan pantai pesisir Kota Singkawang. Selain itu kehadiran saluran-saluran
drainase mengubah sistem hidrologi air tawar di daerah mangrove yang masih
utuh yang terletak ke arah laut menjadi tidak berfungsi dan hal ini mengakibatkan
dampak negatif. Hal ini ditunjang dari pandangan masyarakat terhadap
pengelolaan ekosistem mangrove yang hanya sebesar 49.1 %, artinya masyarakat
masih memandang pengelolaan Ekosistem Mangrove di Pesisir Kota Singkawang
selama ini berjalan kurang baik.
Alternatif solusi untuk mengatasi pemasalahan dalam pengelolaan
ekosistem mangrove di Pesisir Kota Singkawang adalah dengan memperbaiki dan
memperkuat struktur kelembagaan agar lebih efektif sehingga menghasilkan
performance ekosistem mangrove yang lebih baik. Hal ini dilakukan dengan cara:
(1) merevisi tapal batas (zonasi) kawasan hutan lindung mangrove, sehingga tidak
ada hakllahan masyarakat yang masuk ke dalam kawasan hutan lindung
mangrove; (2) memberikan akses terbatas kepada masyarakat untuk tetap dapat
mengusahakan budidaya tambak udang sistem silvofishery (80% (tambak) : 20%
(Mangrove)) dengan aturan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang dituangkan
dalam kesepakatan konservasi (kontrak sosial). Jenis mangrove yang ditanam
hendak jenis yang cocok untuk daerah tersebut yaitu Avicennia alba dan
Sonneratia alba.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis usaha yang meliputi analisis
pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R-C Ratio), analisis
waktu pengembalian modal (Payback Period), menunjukan bahwa usaha
budidaya udang galah di pesisir kota singkawang secara semi-intensif lebih
menguntungkan dibandingkan secara tradisional.
No copy data
No other version available