Aktivitas Glutathione Peroxidase (Gpx) sebagai penanda keadaan hiperkoagulasi pada penderita pneumoni raawat inap
Pneumoni rawat inap mempunyai risiko menjadi buruk akibat deposit fibrin di
alveolus karena Tumor Necrosis Factor a (TNFa) meningkatkan kadar Plasminogen
Activator Inhibitor- I (PAl-I) dan menekan fibrinolisis; sehingga timbul keadaan
hiperkoagulasi yang dapat diperiksa dengan tes D-dimer. Disisi lain peningkatan
Reactive Oxygen Species (ROS) mengganggu aktivitas enzim glutathione peroxidase
(Gpx) yaitui antioksidan endogen yang berfungsi mengkatalisasi reaksi penangkapan
hydrogen peroksida yang berasal dari ROS oleh Glutathione Sulf Hydril (GSH). Selain
antioksidan dan antiinflamsi, sampai saat ini belum diketahui bagaimana peran Gpx pada
kejadian hiperkoagulasi. Oleh karena itu penelitian ini ingin membuktikan peran Gpx
sebagai penanda hiperkoagulasi dan bagaimana hubungannya dengan kejadian
hiperkoagulasi. Diharapkan akan terbuka peluang bagi suplementasi GSH sebagai
pencegahan hiperkoagulasi (yang mengakibatkan pembentukan fibrin di alveolus) karena
terapi antikogulan sampai saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan.
Penelitian dilakukan di Bagian Penyakit Dalam RS Dr. Hasan Sadikin Bandung
pada bulan Juni-Juli 2010. Perekrutan dilakukan dengan cara consecutive admission
sampling. Melalui proses informed consent 44 partisipan pneumonia rawat inap yang
masuk dalam kriteria inklusi-eksklusi mengikuti penelitian. Satu orang partisipan keluar
dari penelitian oleh karena jumlah darah tidak mencukupi. Metode penelitian adalah
observasi analitik metode potong lintang dan uji diagnostik dengan D-dimer sebagai
standard baku emas. Dari curva ROC diperoleh nilai cut off aktivitas Gpx 22,5 U1grHb
yang merupakan penanda keadaan hiperkoagulasi. Karena diperoleh sensitifitas 82,4%
dan spesivitas 44.4%; maka pemeriksaan aktivitas Gpx lebih sesuai untuk tes skrining.
Dengan nilai cut offini terdapat korelasi yang kuat dan bermakna antara aktivitas Gpx <
22,5U/grHb dan D-dimer (r=-0,596; p=0,035), begitu juga antara PAI-l dan D-dimer
(r=O,554; p 1,5 ng/L terdapat hubungan yang bermakna
antara aktivitas Gpx < 22,5U/grHb dan D-dimer (p=0,024). Dengan analisis logistik
regresi ganda dari variable perancu yang berrnakna ( Hb dan jenis kelamin) serta aktivitas
Gpx, temyata aktivitas Gpx < 22,5U1grHb mempunyai pengaruh paling besar terhadap
kejadian hiperkoagulasi, kemudian diikuti Hb, aktifitas Gpx ::. 22,5U1grHb dan jenis
kelamin [OR 3,189 Cl 95% (0,436-23,344); OR 0,523 cr 95% (0,294-0,930; OR 0,314 Cl
95%(0,043-2,296); OR 0,091 Cl 95% (0,010-0,793)]' Pada aktivitas Gpx < 22,5U1grHb maka
pengaruhnya terhadap hiperkoagulasi sekitar 10 kali dibandingkan dengan aktivitas >
22,5U1grHb [OR 3,198 Cl 95% (0,436-22,34) vs OR 0,314 Cl 95% (0,043-2,296)].
Dengan demikian aktivitas Gpx yang rendah yaitu < 22,5U/grHb memegang peranan
yang penting dalam kejadian hiperkoagulasi.
Simpulan dari penelitian ini adalah pada penderita pneumonia pemeriksaan
aktivitas Gpx dengan nilai cut-off 22,5 U/grHb mempunyai korelasi yang kuat dengan
keadaan hiperkoagulasi; dan bila kadarnya < 22,5U/grHb merupakan penanda
hiperkoagulasi yang berperan penting karena berkaitan erat dengan aktivasi koagulasi
pada tahap awai inflamasi yaitu saat terjadi netralisasi ROS. Kebutuhan akan ketersediaan
GSH dan Gpx yang rriemadai pada saat netralisasi tersebut memberikan peluang bagi
suplementasi GSH yang merupakan terobosan baru dalam pencegahan hiperkoagulasi;
sebagai salah satu upaya untuk menurunkan mortabiditas dan mortalitas dari pneumonia.
Penelitian lanjutan ditujukan untuk mengevaluasi suplementasi GSH pada penderita
pneumonia sebagai pencegahan hiperkoagulasi sesuai dengan patogenesis yang terungkap
pada penelitian ini.
No copy data
No other version available