Pemaknaan Jimat Sebagai Simbol Religi Bagi Mahasiswa Jepang
Pemaknaan jimat sebagai simbol religi bagi mahasiswa Jepang (Suatu
Studi Fenomenologi dalam Pemaknaan Jimat sebagai Simbol Religi bagi
Mahasiswa Jepang di UPT Kebahasaan dan Kesenian Universitas Padjadjaran)
oleh Fatonah, dibawah bimbing Prof. Dr. Hj. Nina Winangsih Syam Ora.MS.
(ketua) dan DR. Suwandi Sumartias, Drs.M.Si. (anggota).
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan data kualitatif melalui
pendekatan fenomenologi dan interaksi simbolik mengenai jimat (omamori) yang
digunakan mahasiswa Jepang. Fokus penelitian ini adalah pemahaman dan
pemaknaan jimat, motif dan alasan menggunakan jimat serta pengaruh jimat
dalam sikap dan perilaku mahasiswa Jepang sebagai penggunajimat.
Latar belakang dari penelitian ini adalah dimulai dari ungkapan yang
mengatakan bahwa "selagi negeri lain di dunia masih di abad ke-20, bangsa
Jepang sudah masuk abad ke-21" sebegitu majunya mereka dalam hal teknologi
dan perekonomian, sehingga sulit bagi mereka untuk menyakini keberadaan
Tuhan dan aturan-aturan agama. Dengan pemikiran agama sangat berat sehingga
banyak orang J epang yang tidak peduli dengan status agama. Seorang Rahib
Joodo yang bernama Ippen pada abad ke 13- membuat agama menjadi lebih
ringan bagi masyarakat Jepang melalui jimat sebagai simbol religi. Yang akhirnya
diterima luas oleh masyarakat Jepang.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa jimat memiliki makna yang
dalam, jimat bisa memberi kebahagiaan, keberhasilan dalam pendidikan,
keselamatan lalulintas, kesehatan, kesuksesan, keamanan dan keselamatan
berpergian (safety travel). Sementara motif dan alasan memiliki jimat adalah
untuk menghindari bahaya dan menjaga keselamatan, menumbuhkan rasa percaya
diri, berhasil lulus ujian dan bisa masuk universitas, sebagai penjaga dan
pelindung, dan terakhir untuk memudahkan mendapatkan jodoh. Sikap dan
perilaku mereka dalam pemaknaan jimat dipengaruhi oleh agama, jenis kelamin
dan usia.
Simpulannya, pandangan orang Jepang pada pemaknaan religi tidak begitu
penting, namun demikian mereka tetap membawa Tuhan dalam kehidupan mereka
melalui cara yang paling sederhana yaitu jimat yang sebagai simbol religi yang
menjadi konsep diri mereka. Pada akhirnya, Inilah yang dinamakan realitas, kita
akan melihatnya melalui kacamata realitas yang digagaskan Schutz, "realitas yang
diterima apa adanya" (taken-for-granted reality). Saran untuk penelitian lebih
lanjut, sebaiknya langsung ke negara J epang untuk melihat lebih dekat budaya,
norma-norma, pandangan hidup, agama dan ritual yang dianut.
No copy data
No other version available