PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN INTERVENSI MENGGAMBAR DENGAN PRINSIP PERSON CENTERED EXPRESSIVE ARTS THERAPY PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA USIA 7 TAHUN
Leukemia atau kanker darah adalah jenis kanker yang paling banyak
menyerang anak di Indonesia, dimana pada tahun 2015, sekitar 50% kanker pada
anak adalah leukemia. Pengobatan yang dijalani anak dengan leukemia
memberikan dampak tidak menyenangkan secara fisik, seperti sakit ketika ditusuk
jarum, lemah, letih, mual, sariawan atau bibir kering hingga luka, dan dampak
psikologis seperti cemas. Reaksi cemas ditunjukkan dengan menangis, berteriak,
marah dan mencari alasan agar tidak dilaksanakan kemoterapi. penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan rancangan intervensi menggambar yang dapat
menurunkan level kecemasan anak dengan leukemia usia 7 tahun yang menjalani
kemoterapi di Rumah Sakit.
Pemilihan partisipan dalam penelitian ini dilakukan melalui metode
purposive sampling. Sample penelitian adalah anak yang telah dinyatakan
leukemia oleh onchologist, dan tidak mengalami penurunan kondisi fisik.
Pengukuran level kecemasan dilakukan menggunakan alat ukur kecemasan yang
disusun oleh peneliti berdasarkan teori kecemasan yang dikemukakakan oleh
Spielberger (1966,1972) dengan reliabilitas 0,907.
"""'Perancangan intervensi menggunakan prinsip-prinsip Person Centered
Expressive Arts Therapy. Perancangan dilakukan melalui 7 tahapan, yaitu analisa
kebutuhan, penetapan tujuan intervensi, menentukan media, menetapkan alokasi
waktu, menentukan alat penunjang, menetapkan penataan ruangan, dan evaluasi
terhadap rancangan. Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh dua
orang psikolog, maka rancangan dapat digunakan dan diujicobakan untuk
menurunkan kecemasan pad a anak dengan leukemia yang menjalani kemoterapi
di rumah sakit.
lntervensi dirancang dalam 5 kali pertemuan. Pada pertemuan pertama,
anak dapat mengekspresikan emosi, fikirkan dan apa yang anak rasakan selama
berada di rumah sakit, serta anak tidak menunjukkan reaksi marah atau menangis
ketika akan menjalani kemoterapi berikutnya. Pada tahapan kedua, anak dapat
mengekspresikan emosi, fikirkan dan pengalamannya ketika akan menjalani
kemoterapi. Pada pertemuan ketiga, anak mengalami kesulitan dalam
mengekspresikan apa yang menjadi kekuatan anak, dimana hal ini bersifat abstrak
dan sulit untuk digambarkan oleh anak yang berada pada tahap perkembangan
concrete operasional. Sehingga instruksi dibuat menjadi lebih konkret agar
mudah dipahami oleh anak.
No copy data
No other version available