MAKNA KARESMEN MAPAG PANGANTEN PADA UPACARA SESERAHAN DALAM PERKAWINAN ADAT SUNDA DI KOTA BANDUNG
Penelitian ini tentang " Makna Karesmen Mapag Panganten Pada Upaeara
Seserahan dalam perkawinan Adat Sunda di Kota Bandung," tujuannya ialah
mengetahui bagaimana proses interaksi sosial dalam karesmen mapag panganten,
mendeskripsikan bagaimana makna karesmen mapag panganten dalam upaeara
seserahan pada perkawinan adat Sunda di Kota Bandung, dan menganalisis
faktor-faktor penyebab karesmen mapag panganten dalam upaeara seserahan
pada perkawinan adat Sunda masih bertahan dalam kehidupan sosial budaya
masyarakat Kota Bandung. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah memakai paradigma kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Data
penelitian ini diperoleh melalui observasi, wawaneara, dan studi dokumentasi,
dimana analisis data dilakukan seeara deskriptifkualitatif.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa : 1)
Terselenggaranya sajian karesmen mapag panganten pada upaeara seserahan
dalam perkawinan adat Sunda di Kota Bandung, terjalin adanya interaksi sosial
antara pemangku hajat (keluarga ealon mempelai wanita dan keluarga ealon
mempelai pria), pelaku karesmen mapag panganten, serta tamu undangan yang
hadir dan masyarakat setempat (sebagai penonton), di antara ketiganya tidak dapat
dapat dipisahkan semua itu berpadu dan adanya kesatuan yang harmoni; 2)
Upacara perkawinan merupakan faktor penyebab hadirnya karesmen mapag
panganten, yang maknanya seeara keseluruhan adalah bahwa masyarakat mulai
memahami makna simbol-simbol dalam rangkaian sajian karesmen mapag
panganten. Bahkan masyarakat pun sangat menikmati berbagai rangkaian dalam
sajian tersebut; 3) Bertahannya karesmen mapag panganten, tidak terlepas dari
siklus kehidupan masyarakat pendukungnya. Dan didalamnya tersaji adanya nilaiĀ
nilai kehidupan yaitu nilai sosial, nilai ekonomi, nilai pendidikan, dan nilai
budaya. Keberadaan karesmen mapag panganten tidak lain disebabkan oleh adanya
tuntutan jaman, dan kebutuhan masyarakat pendukungnya yang berkembang,
berkaitan erat dengan peristiwa hajatan perkawinan, sebagai salah satu sajian
pelengkap penghormatan terhadap pengantin yang diupaearai. Waktu-waktu
tertentu yang biasa untuk melangsungkan pernikahan, menurut orang Sunda,
yakni tiap bulan Syawal, Hapit, dan Rayagung. Pada bulan-bulan ini, pernikahan
cukup padat dan imbasnya bagi lingkung seni yang menyediakan karesmen
mapag panganten sangat laris.
No copy data
No other version available