Pelatihan untuk Meningkatkan Responding Joint Attention dengan menggunakan Discrete Trial Training dan Pivotal Response Training pada Severe Autism Usia 5 Tahun
Margaretb Rani R.S 1904.2012.0042. Pelatiban untuk Meningkatkan
Responding Joint Attention dengan menggunakan Discrete Trial Training dan
Pivotal Response Training pada Severe Autism Usia 5 Tabun
Pembimbing:Dra. Lenny Kendbawati, M.Si & Afra Hafny Noer, S.Psi, M.Se
Salah satu gangguan sosial-kornunikasi yang paling awal dideteksi pada
anak dengan autisme adalah adanya defisit dalam keterampilan joint attention.
Kurangnya kemampuanjoint attention pada anak dengan autisme, terutama LFA,
akan menyebabkan anak kesulitan dalam membagi atau menyamakan perhatian
dengan orang lain, kurangnya kontak mata, tidak mampu mengikuti arahan gestur
dari orang lain, mengalami kesulitan sosial seperti mempelajari kemampuan
mengurus diri, dan kurang dapat belajar kesesuaian kata-objek (bahasa).
Defisit joint attention yang "lebih parah" pada anak LF AI severe autism
dibandingkan anak HF AI mild autism menunjukkan bahwa anak LF A sangat
membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan joint attentionnya,
untuk membawa perubahan yang lebih baik bagi perkembangan anak selanjutnya.
Respondingjoint attention merupakan bentuk awal perilaku joint attention.
Pada penelitian ini, peneliti meraneang pelatihan yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan responding joint attention pada anak autisme dengan
menggunakan DTT dan PRT. DTT dan PRT adalah modifikasi perilaku yang
merupakan turunan dari ABA. Pada pelatihan ini anak autisme dilatih untuk
melakukan responding joint attention. Adanya komponen motivasi dalam
pe1atihan ini dapat mendorong keinginan anak untuk terlibat dalam interaksi joint
attention.
Raneangan pelatihan kegiatan ini dilakukan dalam bentuk quasi
experiment dengan desain single subject design ABA. Pelatihan dilakukan kepada
2 anak autisme usia 5 tahun selama 12 sesi, 3 kali seminggu, setting individual.
Pelatihan didahului dengan pengukuran RJA sebagai kondisi baseline (pretest),
lalu pengukuran frekuensi responding joint attention selama pelatihan, dan
pengukuran kembali RJA sebagai kondisi akhir (posttest).
Pengukuran kondisi pre dan post test menggunakan Early Social
Communication Scales. Hasil penelitian menunjukkan setelah menerima pelatihan
responding joint attention, kemampuan responding joint attention kedua subjek
autisme meningkat. Subjek 1 memperoleh rata-rata persentase kemampuan
sebesar 88.09%, yang berarti bahwa peneapaian kemampuan RJA pada anak
tergolong tinggi (2: 80%). Subjek 2 memperoleh persentase rata-rata RJA sebesar
59.51 %, yang berarti bahwa peningkatan kemampuan responding joint attention
yang anak raih tergolong rendah. Peneapaian kemampuan RJA pada kedua subjek
autisme dipengaruhi oleh intensitas perilaku repetitif dan ketertarikan stereotip.
No copy data
No other version available