PENYUSUNAN PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN YANG RESPONSIF GENDER DI KABUPATEN OGAN ILIR PROVINSI SUMATRA SELATAN
Banyak kebijakan pemerintah pusat dalam rangka pengarusutamaan gender dalam
pembangunan hingga Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, tatacara
penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum
Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah. Bahkan, untuk mengejawantahkannya,
dikeluarkan SK Bupati Ogan IEr No. 260/KEP/BKBPP/2011 tentang Pokja Pengarusutamaan
Gender Kabupaten Ogan Ilir. Meskipun kebijakan pus at sudah mengamatkan kebijakan
responsif gender, temyata belum dikuti di level kabupaten. Permasalahan penelitian,
"Mengapa penyusunan program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Ogan Ilir belum
responsif gender?"
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berparadigma feminis dengan perspektif
kritis. Metode pengumpulan data dengan dokumentasi, observasi, Jocus group discussion dan
wawancara mendalam. Keabsahan data dilakukan dengan trianggulasi metoda dan sumber
data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa issue gender yang dirasakan sebagai masalah
karena kentalnya nilai patriarkhi tidak mampu mencuat ke puncak pengambilan kebijakan
untuk ditetapkan sebagai putusan programlkegiatan dan target program pengentasan
kemiskinan. Arus politik menunjukkan bahwa politik yang dijalankan kepala daerah dan
anggota dewan sebagai politik lokal telah menghambat terlaksanannya proses penyusunan
perencanaan pembangunan daerah yang responsif gender. Arus masalah menunjukkan bahwa
kesetaraan gender yang didasari nilai patriakhi dalam masyarakat belum dianalisis dengan
menggunakan analisis gender dalam menyusun perencanaan kegiatan dan target program
kemiskinan. Arus masalah juga menunjukkan bahwa adanya bias pengertian gender. Dalam
arus kebijakan adanya bias gender, budaya kerja tokenism serta imperative kekuasaan akibat
perombakan pejabat yang semata-rnata untuk kepentingan politis, dan bekerja hanya
inkremental saja tidak mengupdate diri mengikuti kebijakan baru. Proses musrenbang pun
belum mengakomodir analisis gender. Arus politik yang merombak personel SKPD, adanya
"rnimpi" kepala daerah serta upaya mempertahankan konstituen baik kepala daerah maupun
anggota dewan, membuat ketiga arus tidak dalam satu pandangan. Hal ini, membuat
kebijakan responsif gender dalam program pengentasan kemiskinan tersingkirkan oleh
usulan pembangunan fisik infrastruktur. Konsep baru adalah bias gender politik iokal yang
dominan membuat penyusunan program yang responsif gender menjadi formulasi kebijakan
yang tidak diputuskan (non decision formulation). Perlu Model yang direkomendasikan
adalah dengan mengutamakan arus politik yang responsif gender melalui penguatan
kesadaran gender dan kemampuan analisis gender terhadap baik laki-laki maupun
perempuan aktor kebijakan daerah di eksekutif dan legislative. Dengan kekuasaan pemerintah
daerah dapat mengupayakan definisi masalah kebijakan dalam arus masalah "dan pola serta
budaya kerja birokrat menjadi responsif gender dan mereka mau bekerja kolaboratif serta
" .
adaptif terhadap perubahan dalam penyusunan perumusan perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi program pembangunan daerah sehingga membuat penyusunan program pengentasan
kemiskinan menjadi responsif gender. Secara teoretis, penting untuk mengintegrasikan
konsep kesetaraan dan keadilan gender dalam disiplin ilmu kebijakan publik dan administrasi
negara.
No copy data
No other version available