PENGARUH NILAI BUDAYA SAPIKUA, DUKUNGAN SOSIAL, DAN TRAIT KEPRIBADIAN TERHADAP RESILIENSI ORANG MINANG (Studi Empiris Pada Komunitas Yang Tinggal Di Wilayah Rentan Bencana Di Sumatera Barat
PENGARUH NILAI BUDAYA SAPIKUA, DUKUNGAN SOSIAL DAN
TRAITKEPRIBADIAN TERHADAP RESILIENSI ORANG MINANG
(Studi Empiris Pada Komunitas Yang Tinggal di Wilayah Rentan Bencana,
Sumatera Barat)
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memeroleh model resiliensi orang Minang yang
dikaitkan dengan nilai budaya sapikua, dukungan sosial, dan trait kepribadian.
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif eksplanatory. Subyek penelitian
berjumlah 322 orang yang diambil dari wilayah yang sudah ditetapkan oleh
pemerintah sebagai wilayah yang rentan dengan bencana yaitu kota Padang,
kabupaten Agam dan Padang Pariaman yang dipilih dengan menggunakan teknik
cluster sampling. Teknik kluster juga digunakan untuk menentukan subjek
penelitian (sampel). Adapun kriteria dari subyek peneIitian adalah; orang-orang
yang menjadi penYitifiis~pada bencana gempa tahun 2009 yang lalu," tinggal di
zona merah, berusia 25-65 tahun, lahir dan besar di Sumatera Barat. Data
dikumpulkan dengan kuesioner dan analisis datanya. menggunakan SEM
(Structural Equation Modeling) dengan bantuan program lisrel versi 8.7. Hasil
peneIitian ini membuktikan bahwa model resiliensi orang Minang yang dikaitkan
dengan nilai budaya sapikua, dukungan sosial, dan trait kepribadian sesuai (fit)
dengan data empiris. Terbukti nilai budaya sapikua memainkan peran terhadap
ketersediaan dukungan sosial pada orang Minang dan secara signifikan juga
berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian dan resiliensi orang Minang .
. Dalam konteks bencana, resiliensi bagi orang Minang tidak hanya kemampuan
bangkit dan keluar dari kondisi adversitas tetapi juga kemampuan membantu
orang lain. Konsep kebersamaan dalam nilai budaya sapikua terbukti dapat
memfasilitasi ketersediaan dukungan sosial yang besar sejak lama di tengah
masyarakat Minangkabau, kemudian secara terintegrasi terintemalisasi ke dalam
diri orang Minang. Hal ini membentuk karakter kepribadian orang Minang yang
kuat secara individual tetapi tidak mengabaikan sifat-sifat sosialnya. Empat dari
lima trait yaitu trait extraversion, openness, conscientiousness, dan agreeableness
menjadi penggerak utama terbangunnya resiliensi dengan mudah. Bedanya trait
extraversion lebih besar pengaruhnya terhadap resiliensi. Sedangkan pada orang
dengan trait neuroticism tidak dapat membangun derajat resiliensinya kecuali jika
mendapatkan dukungan dari dukungan sosial dukungan sosial yang mereka terima
begitu besar kuat terutama dukungan emosional. Jadi resiliensi orang Minang
terbentuk melalui penghayatan yang tinggi terhadap nilai-nilai budaya, besarnya
dukungan sosial, dan kepribadian yang kuat. Dengan demikian disimpulkan
untuk menjadi resilien orang Minang tidak hanya mengandalkan faktor internal
(kepribadian) tetapi juga faktor ekstemal (nilai budaya dan dukungan sosial).
No copy data
No other version available