Text
D39- Isolasi dan Formulasi Fraksi Aktif Antialopesia dan Antiskabies dari Daun Parsley (Petroselinum crispum Mill.) (Silviana Hasanuddin; Prof. Dr. Resmi Mutarichie, M.Sc; Dr. Dolih Gozali, MS; Prof. Dr. Muhammad Arba, M.Si)
Alopesia adalah kerontokan rambut atau hilangnya rambut yang terjadi pada sebagian besar pria dan sekitar 30% wanita selama hidupnya. Prevalensi alopesia terus meningkat dengan bertambahnya usia, pada pria berusia sekitar 20-70 tahun prevalensi antara 46-92%, pada wanita didapatkan lebih rendah tetapi menjadi lebih tinggi setelah memasuki masa menopause yaitu 31,7% dan pada anak-anak 9,4%. Kebotakan (Alopecia) bukan hanya disebabkan karena penuaan tetapi ada beberapa faktor lain yang sering dikaitkan yaitu kelainan endokrin, sistemik, kecenderungan genetik, penyakit, infeksi, inflamasi, obat-obatan, kelainan fisiologis, kerusakan struktur autoimun, kondisi stress dan aktivitas metabolisme mikroba. Skabies atau sering dikenal dengan kudis/keropeng disebabkan oleh tungau kecil berkaki 8 (Sarcoptes scabiei) yang menyerang dengan cara menginfeksi kulit induk semang dan bergerak membuat terowongan di bawah lapisan kulit (stratum korneum dan lusidum) sehingga menyebabkan gatal-gatal, kerontokan rambut, dan kerusakan kulit. Penularan skabies dapat terjadi melalui kontak langsung antar penderita bahkan kontak tidak langsung melalui peralatan yang terkontaminasi. Pemilihan obat herbal dikembangkan dalam rangka mengurangi efek samping yang diberikan oleh pengobatan sintetik. Penelitian mengenai penggunaan daun parsley secara etnomedisin di spanyol mendasari terjadinya penelitian ini demi pengembangan obat herbal dalam mengatasi kebotakan. Penelitian ini bertujuan mengetahui aktivitas antialopesia dan antiskabies dari fraksi, formula gel, subfraksi secara invitro dan invivo serta mengetahui bagaimana modus pengikatan senyawa hasil isolasi terhadap reseptor androgen, Lanosterol 14α-demethylase dan Glutathione S- transferase (GST). Tahapan pada penelitian ini meliputi: pengumpulan sampel, ekstraksi dengan metode maserasi, skrining fitokimia dan standarisasi, fraksinasi menggunakan metode ekstraksi cair-cair, formulasi dengan desain faktorial, kromatografi cair vakum, kromatografi radial, pengujian invitro dan invivo menggunakan semua sampel yang telah didapatkan, pemurnian, karakterisasi senyawa menggunakan NMR serta penambatan molecular secara insilico.
Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan secara bioassay mulai dari ekstrak hingga isolatdengan menggunakan metode tanaka pada pengujian pertumbuhan rambut, metode difusi pada jamur Malassezia furfur dan permodelan hewan coba pada uji skabies. Pada penelitian ini telah dilakukan pengumpulan sampel dan diperoleh berat simplisia daun parsley yang digunakan adalah 9.735 g, ekstrak etanol dengan persen rendemen 15,97%, selanjutnya di partisi cair-cair menggunakan n-heksan dan etil asetat sehingga diperoleh persen rendemen n-heksan 1,88% dan etil asetat 5,56%. Selanjutnya dilakukan skrining fitokimia dan standardisasi ekstrak etanol meliputi penetapan parameter spesifik dan non spesifik. Hasil skrining menunjukkan ekstrak etanol mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid dan triterpenoid. Hasil uji organoleptik pada penetapan parameter spesifik standardisasi menunjukkan ekstrak berbentuk kental, berwarna coklat kehitaman, bau spesifik daun parsley dan mempunyai rasa pahit, sedangkan pengujian pada parameter lainnya tidak menunjukkan melewati batas standar yang ditetapkan oleh Materia Medika Indonesia.
Pada hasil pengujian pertumbuhan rambut fraksi etil asetat konsentrasi 15% hingga hari ke 21 menunjukkan panjang rambut (1,1 cm) dan bobot rambut (0,056 g) yang tidak berbeda signifikan terhadap kelompok KP (panjang 1,15 cm, bobot 0,056 g). Pada aktivitas penghambatan terhadap Malassezia furfur, daya hambat fraksi etil asetat konsentrasi 15% memperoleh daya hambat sedang dengan diameter 6,44 mm sedangkan pada pengujian kesembuhan keropeng dan alopesia kelinci sampai hari ke 7 menunjukkan peningkatan skor fraksi etil asetat konsentrasi 15% meningkat menjadi 2 yaitu dengan tidak terdapatnya keropeng dan tumbuhnya rambut pada daerah yang telah diinfeksikan. Tahap penelitian berikutnya adalah pembuatan formula gel dari fraksi etil asetat konsentrasi 15%. Keempat formula gel yakni F1, FA, FB dan FAB menunjukkan hasil uji organoleptik, pH dan viskositas yang baik hingga hari terakhir pengujian cycling test kecuali pada uji daya sebar F1 dan FA mempunyai viskositas dibawah 5 yang merupakan diluar dari batas range yang dipersyaratkan untuk sediaan gel. Formula gel F1, FA, FB dan FAB selanjutnya dilakukan pengujian antialopesia dan antiskabies pada kelinci dan menunjukkan bahwa keempat formula gel yang mengandung fraksi etil asetat 15% memiliki aktivitas yang lebih baik daripada kelompok formula gel yang tidak mengandung fraksi. Kemudian, keempat formula ini dilanjutkan pada pengujian aktivitas terhadap jamur Malassezia furfur dan menunjukkan bahwa F1 memiliki daya hambat lemah (4,97 mm) serta daya hambat sedang pada FA, FB dan FAB (5,10 mm, 5,20 mm dan 5,73 mm). Pengujian terakhir pada formula gel dengan parameter kesembuhan keropeng dan alopesia pada kelinci menunjukkan bahwa skor F1, FA, FB dan FAB hingga hari ke 7 tidak menunjukkan terdapatnya skor 2 sehingga dapat dikatakan bahwa keempat formula yang mengandung fraksi etil asetat 15% mempunyai aktivitas lebih rendah dari fraksi etil asetat konsentrasi 15% dan kelompok KP.
Pada tahap selanjutnya, fraksi etil asetat dilanjutkan dengan proses kromatografi cair vakum (KCV) dan diperoleh 7 subfraksi dengan kode SF1, SF2, SF3, SF4, SF5, SF6 dan SF7. Ketujuh subfraksi kembali dilakukan pengujian antialopesia dan antiskabies untuk mengetahui subfraksi yang akan dilanjutkan pada tahap isolasi. Pada pengujian pertumbuhan rambut hingga hari ke-21, SF2 (panjang 1,11 cm dan bobot 0,125 g) dan SF4 (Panjang 1,23 cm dengan bobot 0,10 g) menunjukkan hasil yang paling baik dari subfraksi lainnya dan memberikan efek yang tidak berbeda signifikan (p>0.05) dengan kontrol positif minoxidil (1,16 cm dengan bobot 0,91 g). Pada aktivitas penghambatan menunjukkan bahwa hanya SF2 dan SF3 yang mempunyai daya hambat terhadap jamur Malassezia furfur dengan kategori besar yakni 12,3 mm dan 11,6 mm. Sementara itu, pada pengujian aktivitas kesembuhan keropeng dan alopesia kelinci SF2 menunjukkan aktivitas paling baik secara keseluruhan dengan skor keropeng 1,67 dan skor alopesia 2, sehingga tahap isolasi yang dilakukan selanjutnya berasal dari SF2. Pada tahap isolasi menggunakan metode kromatografi radial serta pemurnian dari SF2. Hasil dari isolasi diperoleh 2 senyawa yakni S1 dan S2 dan berdasarkan penentuan struktur senyawa hasil isolasi yang dikarakterisasi menggunakan Nuclear Magnetic Resonance (NMR) 1- D (satu dimensi) dan DEPT dengan pendukung LC-MS/MS diprediksi bahwa S1 merupakan senyawa bergapten dan senyawa 2 merupakan senyawa peucedanone.
Pada tahap penambatan molekul dilakukan pendekatan secara insilico kepada reseptor androgen, Lanosterol 14α-demethylase dan Glutathione S-transferase (GST) dengan menggunakan senyawa bergapten, senyawa peucedanone dan dibandingkan dengan ligan alami serta kontrol positif yang digunakan pada saat pengujian invivo. Hasil penambatan molekuler menunjukkan senyawa peucedanone (-5,6 kcal/mol) memiliki hasil yang lebih baik dari pada minoxidil (-4.7 kcal/mol) pada reseptor androgen, dan terhadap reseptor lainnya yakni Lanosterol 14α-demethylase menunjukkan ketokonazol (-11,1 kcal/mol) lebih baik dari senyawa bergapten (-7,0 kcal/mol) dan senyawa peucedanone (-7,9 kcal/mol) serta pada reseptor Lanosterol 14α-demethylase menunjukkan permethrin (-7.5 kcal/mol) lebih baik dari senyawa bergapten (-6.5 kcal/mol) dan senyawa peucedanone (-6.7 kcal/mol).
Kata kunci : Isolasi, Formulasi, Petroselinum crispum Mill. Antialopesia, Antiskabies
No copy data
No other version available