Text
D017- Optimasi dan Formulasi Tablet Dispersi Padat Apigenin Herba Seledri (Apium graveolens L.) Dengan Metode Hot Melt Extrusion (HME) Sebagai Antikalkuli (Sofi Nurmay Stiani; Taofik Rusdiana, M.Si., Ph.D; Prof. Dr. Anas Subarnas, MSc)
Keterbatasan kelarutan dan laju disolusi senyawa alam menjadi tantangan dalam pengembangan produk farmasi saat ini, karena berpengaruh terhadap bioavaibilitas dan efektivitasnya. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk mengatasinya, salah satunya dengan metode dispersi padat. Pembuatan dispersi padat dapat dilakukan dengan teknik-teknik sebagai berikut yaitu hot spin mixing, co-evaporation, co-precipttion, freeze-drying, spray drying dan hot melt extrusion (HME). Di Indonesia, penggunaan HME sebagai teknik dalam pembuatan dispersi padat masih relatif baru. Teknik HME dipilih karena mudah pengerjaannya, efisien, tidak memerlukan pelarut, dapat meningkatkan laju disolusi untuk dispersi padat, menutupi rasa pahit, dan dapat mengontrol atau memodifikasi sediaan lepas lambat. Apigenin (AG) yang tergolong BCS (Biopharmaceutics Classification System) kelas II (memiliki keterbatasan dalam kelarutan) merupakan senyawa golongan flavonoid yang terdapat pada seledri, peterseli, dan chamomile. AG memiliki sifat yang tahan terhadap pemanasan dengan titik leleh 345 – 350ºC. Dalam penelitian ini, AG yang bersumber dari herba Seledri dipilih sebagai bahan awal untuk menjadi dispersi padat HME (AG-HME) karena diduga memiliki potensi sebagai antikalkuli sebagaimana penelitian sebelumnya yang mengungkapkan bahwa ekstrak seledri pada dosis 200-400 mg/kg BB efektif sebagai peluruh batu ginjal secara in vivo pada tikus. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kelarutan dan laju disolusi dari AG herba seledri (Apium graveolens L.) melalui metode dispersi padat dengan teknik HME sebagai kelanjutan pengembangan produk antikalkuli dari ekstrak herba seledri.
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: pertama, pembuatan ekstrak herba seledri dan uji standarisasi ekstrak, kedua penentuan (orientasi) dosis apigenin dan ekstrak sebagai antikalkuli, identifikasi dan karakterisasi bahan awal AG; ketiga, preparasi dan optimasi sediaan dispersi padat AG menggunakan teknik HME; keempat, mengkarakterisasi dan mengevaluasi hasil dispersi padat AG-HME yang terdiri dari uji kelarutan, disolusi, Differential Scanning Calorimetry (DSC), analisis Powder X-Ray diffraction (PXRD), analisis Fourier Transform Infrared Spektra (FT-IR), analisis SEM (Scanning Electron Microscope); kelima, menguji iv
aktivitas antikalkuli dari AG-HME secara in vivo pada tikus; keenam, mengembangkan sediaan tablet AG-HME dari formula terbaik.
Hasil Penelitian ini adalah diperoleh rendemen herba seledri sebesar 22,77%. Dilakukan standarisasi ekstrak dengan menguji parameter ekstrak baik yang spesifik maupun non spesifik. Parameter non spesifik pada ekstrak adalah diperoleh susut pengeringan 1,03%, bobot jenis pada pengenceran 5% sebesar 0,85 g/mL, kadar air 15,78%, kadar abu 10,19%, sisa pelarut etanol 0,40%, Angka kapang Khamir < 102, dan Angka Lempeng total < 103 . Adapun parameter spesifik dari ekstrak herba seledri adalah hasil organoleptik bentuknya ekstrak kental, warna hijau tua, bau dan rasa khas menyengat, kadar sari air 48,72%, kadar sari alkohol 53,44%, dan kadar abu tidak larut asam tidak terdeteksi.
Hasil orientasi dosis apigenin sebagai antikalkuli diperoleh dosis 4,8 mg/kgBB sebagai dasar untuk pembuatan HME. Preparasi dan optimasi dilakukan terhadap 10 formula untuk selanjutnya diuji kelarutan apigenin dari 10 formula yaitu F1 : AG-Soluplus (10-90); F2 : AG- Soluplus (20-80); F3 AG : Soluplus (40:60); F4 AG: Kollidon (10:90); F5 AG : Kollidon (20:80); F6 AG : Kollidon (40:60); F7 AG:Soluplus:Kollidon (1:0,5:0,5); F8 AG:Soluplus:Kollidon (1:1:1); F9 AG:Soluplus:Kollidon (1:2:2); F10 AG:Soluplus:Kollidon (1:3:3) yaitu meningkat dibandingkan apigenin murni yaitu F1 sebesar 17,52 kali lipat, F4 sebesar 16,25 kali lipat, dan F8 sebesar 9,31 kali lipat. Kelarutan tertinggi yang dibuat dengan metode HME dengan hasil optimasi suhu 1400C dengan rpm 100 yaitu F1 Apigenin : Soluplus (10:90); F2 Apigenin: Kollidon (10:90); dan F3 suhu 1800C dengan rpm 100 yaitu AG:Soluplus:Kollidon (1:1:1). Diperoleh hasil uji kelarutan tertinggi dalam air adalah F1 meningkat kelarutan 18,25 kali lipat kelarutannya meningkat dibandingkan AG murni (p< 0,05; ANOVA, post hoc : Games-Howell).
Hasil karakterisasi AG-HME diperoleh drug loading, F1 90%, F2 96%, dan F3 78,31%. Ukuran partikel setelah HME berkurang yaitu dari AG murni 1743,33 nm, menjadi F1 685,1 nm, F2 700,33 nm dan F3 6222,67 nm. Hasil XRD hanya F1 dan F2 yang menunjukkan perubahan menjadi bentuk amorf dibandingkan Apigenin murni untuk F3 semi amorf, hasil SEM menunjukkan tidak adanya kristal pada F1 : AG-Soluplus (10-90) dan F2 : AG-kollidon (10:90) artinya AG terdispersi dalam polimer sedangkan Kristal masih terlihat pada F3 :AG-sol-kol (1-1-1), FTIR pada 3 formula terjadi pergeseran spektrum namun tidak membentuk ikatan baru menandakan tidak terjadi perubahan kimia pada dispersi padat, hilangnya sebagian puncak pada apigenin menyerupai polimer menandakan sudah terbentuk dispersi padat, pada TGA ketiga formula terjadi dekomposisi di atas suhu 250 0C, artinya perlakuan HME pada suhu 1400C dan 1800C adalah aman dan tidak merusak zat v
aktif. Hasil DSC menunjukkan bahwa apigenin memiliki puncak endotermik pada suhu 358,7 0C yang menunjukkan struktur kristal sedangkan AG-Soluplus (10:90), AG-kollidon (10:90), dan AG-Kolli-solu (1:1:1) tidak memiliki puncak yang tajam mengisyaratkan bahwa apigenin hasil HME bersifat molekuler tersebar ke dalam pori-pori polimer dan kemungkinan bentuknya amorf sehingga kelarutannya meningkat.
Pengujian antikalkuli secara in vivo dilakukan pada formula terpilih yaitu F1 diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok satu dengan yang lainnya dalam hal warna, bentuk dan rasio bobot ginjal. Pengukuran kadar kalsium di ginjal untuk Formula HME terpilih dosis 4,8 mg/kgBB menunjukkan kadar kalsium di ginjal sebesar 186,252 ppm, lebih rendah dibandingkan kelompok Apigenin tanpa HME yaitu 203,441ppm, sedangkan di urine yang memiliki kemampuan tertinggi meluruhkan kalsium adalah formula 1 HME sebesar 260,388 ppm dibandingkan Apigenin tanpa HME dengan kadar kalsium sebesar 10,091 ppm.
Hasil terbaik AG-HME yaitu formula 1 dengan perbandingan AG-Soluplus (10:90) selanjutnya dikembangkan menjadi sediaan tablet. Pada proses pembuatan tablet, hasil pengujian granul masa kempa dengan formula Primogel 8%, Talk 1%, dan Mg stearat 0,5% dengan bobot tablet 360 mg dengan dosis pemakaian 2 tablet per hari dan diperoleh hasil uji sifat fisik granul pada formula HME adalah hasil rata-rata uji waktu alir 1,36 detik ± 0,185; hasil rata-rata LOD 3,85%± 0,68; hasil rata-rata sudut diam 20,2460± 0,75; hasil rata-rata uji kompresibilitas adalah 11,33% ± 1,16. Pengujian tablet diperoleh memiliki keseragaman bobot, keseragaman ukuran, untuk uji kerapuhan 0,569 %. Hasil rata-rata uji waktu hancur untuk formula HME 13 menit 47 detik± 0,40. sedangkan formula PM tanpa HME dengan waktu hancur 13 Menit 49 detik ± 0,518. Hasil % disolusi formula terpilih yaitu 34,28% lebih besar dibandingkan AG murni 2,7% dan campuran fisik 4,8%.
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah bahwa AG dapat dikembangkan menjadi produk dispersi padat dengan teknik HME yang meningkat kelarutan, laju disolusi, dan aktivitasnya. Diperoleh formula terbaik AG-Soluplus (10:90) dengan kelarutan 18,45 μg/mL. Hasil optimasi suhu diperoleh 140 0C dengan 100 rpm dan meningkat laju disolusinya 12,4 kali lipat dibandingkan AG murni, memiliki efek sebagai antikalkuli dengan kemampuan peluruhan kalsium sebesar 260,388 ppm lebih baik dibandingkan AG tanpa HME dan dapat diformulasikan menjadi sediaan tablet yang memenuhi persyaratan uji sifat fisik
Kata kunci : Apigenin, Herba Seledri (Apium graveolens L.), dispersi padat, hot melt extrusion, Antikalkuli.
No copy data
No other version available