Text
D01- Isolasi dan Identifikasi Senyawa Sitotoksik Kulit Batang Burahol, Stelechocarpus burahol (Blume) Hook f. & Tomson Terhadap Sel Leukemia L1210
Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya dan telah menjadi bagian integral dari kehidupan bangsa Indonesia. Tidak jarang obat tradisional digunakan sebagai obat alternatif untuk suatu penyakit yang belum ada obatnya yang memuaskan seperti penyakit kanker dan penyakit infeksi lainnya. Obat tradisional juga digunakan untuk mengatasi penyakit degeneratif. Kebanyakan obat tradisional bahan dasarnya diambil dari tanaman. Salah satu tanaman yang digunakan untuk obat tradisional ialah Stelechocarpus burahol (Blume ). Hook F.& Thomson dengan nama daerah kepel (Jawa) atau burahol (Sunda). Burahol merupakan pohon buah-buahan Indonesia yang keberadaanya sekarang sangat jarang dan hampir punah, sementara potensinya belum terungkap seluruhnya. Di dalam Disertation Abtracts juga belum terdapat laporan penelitian mengenai tanaman burahol ini baik farmakognosi-fitokimia atau aktivitas biologi.
Supaya tanaman burahol dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan formal, maka perlu dilakukan penelitian yang seksama dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Tanaman burahol ini termasuk ke dalam suku Annonaceae. Suku ini telah banyak dilaporkan mengandung senyawa sitotoksik, antimikroba dan juga sebagai insektisida. Tetapi tanaman burahol sendiri belum pernah diteliti. Untuk mendapatkan senyawa-senyawa tersebut biasanya dilakukan isolasi senyawa yang dituntun dengan uji toksisitas sederhana terhadap larva udang renik.
Pada penelitian ini, digunakan bahan serbuk simplisia kulit batang tanaman Stelechocarpus burahol yang dikumpulkan dari Jogyakarta. Ruang lingkup penelitian meliputi bidang farmakognosi-fitokimia dan uji aktivitas biologi terhadap larva udang renik, sel leukemia tikus L1210 dan terhadap tiga jenis bakteri. Di samping itu dilakukan juga determinasi tanaman, penapisan fitokimia, penetapan beberapa parameter kualitas dan analisis mikroskopik.
Penelitian isolasi senyawa meliputi ekstraksi serbuk dengan cara maserasi dilanjutkan fraksinasi dengan metode partisi dan kromotografi kolom berulang- ulang pemurnian senyawa dengan rekristalisasi,kromotografi lapis tipis preparative atau dengan kromotografi cair kinerja tinggi. Setiap tahapan pekerjaan laboratorium dituntun dengan kromotografi lapis tipis dan uji aktivitas biologi. Penentuan struktur dilakukan dengan metode spektrofotometri,spektrometri resonansi magnet inti satu dan dua dimensi,dan spektrometri massa.
Hasil yang diperoleh menunjukan dua senyawa sitotoksik,berupa alkaloid fenatrena laktam ,satu senyawa toksik, berupa alkaloid aporfinoid dan campuran senyawa tidak toksik sterol,selain itu juga diperoleh dua senyawa toksik dan dua senyawa aromatik yang stukturnya tidak dapat ditentukan karena jumlahnya sangat sedikit.
Dua senyawa sitotoksik, yang termasuk golongan alkaloid fanantrena laktam tersebut adalah SB1.1, 10-amino,3,4-dimetoksifenantrena -1-laktam asam karboksilat (10-amino3,4-dimeethoxyphenanthrene-1-carboxylic acid lactam), C17H13O3N, BM 279 yang identik dengan aristoloktam BII dan SB1,2, 10-amino,3,4,8-trimetoksifenantrena -1-laktam asam karboksilat (10-amino,3,4,8-trimetyphenanthrene-1-carbocylic acid lactam ), C18H15O4N, BM 309 yang identik dengan aristololaktam BI. Senyawa SB1,1 berupa kristal jarum kuning keputihan berfluoresensi biru,mempunyai jarak leleh 258,9-260,80C, LC50=1,34 ppm (terhadap larva udang renik), IC50=0,66 ug/mL (terhadap sel leukemia tikus L1210). Senyawa SB1,2 berupa Kristal jarum kuning berfluoresensi kuning , mempunyai jarak leleh 264,5-265,40C, LC50=1,47 ppm,IC50=0,87 ug/mL.
Satu senyawa toksik,yang termasuk golongan alkaloid aporfinoid tersebut adalah SB2,C17H9O3N,BM 275 yang identik dengan liriodenina termasuk kedalam subgolongan oksoaforfina. SB2 berupa Kristal jarum jingga mempunyai titik leleh 275oC. SB2 menunjukan aktivitas biologi terhadap larva udang renik dengan LC50=0,08 ppm dan mempunyai daya hambat minimum pada konsentrasi 0,06% dengan diameter hambatan 6,5 mm terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633, konsentrasi 0,06% dengan diameter hambatan 7 mm terhadap Staphylococcus aureus ATCC 6538, dan terhadap Escherichia coli ATCC 25922.
Campuran senyawa nontoksik sterol adalah SB4 berupa kristal jarum putih dengan LC50=525 ppm. SB4 terdiri dari tiga senyawa ,yaitu SB4.1,?5-ergostenol, BM 400, SB4.2 stigmasterol BM 412 dan SB4.3, ?-sitosterol, BM 414.
Dua senyawa toksik lainnya adalah SB3 dan SB5. Senyawa SB3 berupa substansi kuning, memberikan reaksi positif terhadap pereaksi Dragendorff, Rf1=0,55 ( dalam n-Heksana - Etil asetat=1:1) dan Rf2=0,47 (dalam CHCI3-MeOH=8:2) pada kromotografi lapis tipis dua dimensi, LC50=17,47 ppm. SB5 yang berupa minyak lemak kuning, memberikan reaksi positif terhadap pereaksi Kedde, Rf =0,18(dalam n-Heksana -Etil asetat =9:1), LC50=1,06 ppm.
Dua senyawa aromatik adalah SB6 dan SB7 yang berbau seperti vanilin, berupa subtansi berwarna violet. Spektrum massa masing -masing menunjukan puncak molekul (M+) pada m/z 212 dan 293. Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan baru yang belum pernah di laporkan dalam pustaka sebelumnya. Pertama, beberapa senyawa dan aktivitas biologinya dari kulit batang Stelechocarpus burahol (Blume ) Hook f. Thomson Kedua ,SB1,2, alkaloid fenantrena laktam, dapat diperoleh dari suku Annonaceae. Ketiga aktivitas senyawa SB1,2, terhadap sel leukemia tikus L1210. Keempat karakterisasi RMI-13 C senyawa SB2, liriodenina. Akhirnya disimpulkan bahwa tanaman burahol ini mempunyai posisi taksonomi dalam digram Dahlgren antara Aristolochiales dan Annonales.
No copy data
No other version available