Text
Penanganan Pencemaran Kabut Asap Lintas Batas Di Asia Tenggara (Studi Kasus Perbatasan Indonesia-Singapuramalaysia)
Tata kelola lingkungan regional Asia Tenggara menjadi perhatian serius
bagi pengkaji lingkungan hidup ketika negara-negara Asia Tenggara menghadapi
bencana lingkungan kawasan yaitu pencemaran udara lintas batas. Kompleksitas
dan kontradiksi terkait prioritas perlindungan lingkungan hidup, organisasi
internasional dan masyarakat sipil transnasional muncul di dalam penanganan
pencemaran udara lintas batas di Asia Tenggara. Di sisi lain, teori English School
belum digunakan di dalam proses dekonstruksi dan rekonstruksi tata kelola
lingkungan regional Asia Tenggara. Penelitian ini berusaha mengeksplorasi
kemampuan teori English School di dalam menggunakan studi kasus pencemaran
udara lintas batas di Asia Tenggara di dalam dekonstruksi dan rekonstruksi tata
kelola lingkungan regional Asia Tenggara.
Pertanyaan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana
perdebatan dalam teori English School yaitu antara pluralisme dan solidarisme
serta sistem internasional, masyarakat internasional dan masyarakat dunia
berkontribusi di dalam proses rekonstruksi tata lingkungan regional Asia
Tenggara melalui studi kasus penanganan pencemaran udara lintas batas di
perbatasan Indonesia, Malaysia dan Singapura. Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah processtracing. Sumber data primer berasal dari wawancara mendalam dengan
narasumber yang berasal dari praktisi, pemikir English School dan aktivis
lingkungan. Sumber data sekunder berasal dari kajian literatur yang berasal dari
jurnal bereputasi internasional, jurnal terakreditasi nasional, buku dan media
elektronik.
Penelitian ini menghasilkan tiga kesimpulan. Pertama, pluralisme dan
solidarisme menjadi instrumen dekonstruksi tata lingkungan global Falkner
dengan dekonstruksi masing-masing institusi yaitu pembangunan berkelanjutan,
organisasi internasional dan global governance. Bentuk interaksi rivalitas antara
negara dan masyarakat sipil transnasional bertransformasi menjadi sinergi dalam
kerjasama antara Roundtable Sustainable Palm Oil dan Indonesian Sustainable
Palm Oil. Kedua, rekonstruksi tata lingkungan regional Asia Tenggara dilakukan
dengan penggunaan trikotomi sistem internasional, masyarakat internasional dan
masyarakat dunia yang menghasilkan tata kelola lingkungan Asia Tenggara yang
terdiri atas kedaulatan inklusif, greening ASEAN Way dan multi-stakeholder
initiative. tata kelola lingkungan regional Asia Tenggara terdiri atas kedaulatan
inklusif, greening ASEAN Way dan multi-stakeholder initiative. Ketiga institusi
tersebut menandai transformasi tata kelola lingkungan regional Asia Tenggara
dari sistem internasional menjadi masyarakat internasional.
ABSTRACT
Southeast Asia regional environmental governance is criticized in dealing
with transboundary haze which has brought negative impact to Southeast Asia
countries. It provokes complexity and contradiction regarding the urgency of
environmental protection, international organization and transnational movement
related to mitigation and prevention of the transboundary haze. Meanwhile
English School theory has not been used as tools to deconstruct and reconstruct
Southeast Asia regional environmental governance. This research attempted to
explore the ability of English School in reformulating Southeast Asia regional
environmental governance.
The research question is on how the debate of English School between
pluralism and solidarism interact with the debate between international system,
international society, and world society in the case study of transboundary haze in
Southeast Asia. This qualitative research used process-tracing as the research
method with in-depth interview with activists, bureaucrats and scholars as the
primary data. Secondary data will be obtained from literature review of
international journals, national journals, books, and electronic media.
This research has three conclusion. First, pluralism and solidarism are
tools to deconstruct global environmental governance of Falkner which consist of
sustainable development, global governance and international organization.
Rivalry of state and transnational cavity society has been changed to cooperation
in the forms of synergy between Roundtable Sustainable Palm Oil and Indonesian
Sustainable Palm Oil. Second, the reconstruction of regional environmental
governance used the trichotomy of international system, international society and
world society. The reconstruction resulted to Southeast Asia regional
environmental governance that consisted of inclusive sovereignty, greening
ASEAN Way and multi-stakeholder initiative. These institutions marked a
transformation of regional environmental governance that emphasized the
international society of English School.
No copy data
No other version available