Text
Kegagalan Jaringan Advokasi Transnasional Dalam Kasus Hak Asasi Manusia Papua (2009-2014)
menekan pemerintah Indonesia pada periode 2009-2014. Secara khusus penelitian
ini juga membahas bagaimana respon dari pemerintah Indonesia terhadap tekanan
TAN tersebut dan menganalisa terjadi atau tidaknya efek boomerang.
Kerangka pemikiran yang digunakan adalah kerangka yang dikembangkan oleh
Keck dan Sikkink (1999) tentang jaringan advokasi internasional (TAN) dan
kerangka yang dikembangkan oleh Risse, Ropp dan Sikkink (2007) tentang the
power of human rights dalam mengubah kebijakan domestik satu negara.
Metode penelitian kualitatif dengan studi kasus digunakan untuk menjelaskan
keterkaitan antara jaringan KNPB di Papua dengan kelompok perlawanan Free
West Papua Campaign (FWPC)/International Lawyers for West Papua
(ILWP)/International Parliament for West Papua (IPWP).
Temuan studi menunjukkan bahwa jaringan advokasi TAN HAM Papua gagal
mengubah kebijakan Indonesia sesuai dengan agenda advokasi mereka. Political
opportunity structure tidak menunjukkan dukungan pada agenda advokasi
mereka. Efek boomerang pun tidak terjadi. Kebijakan advokasi HAM Papua di
respon pemerintah dengan represi pada aktivis KNPB.
Penelitian menunjukkan bahwa kegagalan dari advokasi TAN HAM tersebut
karena tidak adanya (struktur kesempatan politik
yang cukup) yaitu tidak adanya dukungan di lingkup nasional. Isu pelanggaran
HAM Papua tidak menjadi isu publik yang mendapat dukungan luas. Selain itu
proses sosialisasi norma HAM tidaklah berjalan linear mengikuti garis spiral
seperti yang di tawarkan oleh Risse, Ropp and Sikkink. Kasus Papua
menunjukkan sosialisasi norma HAM melibatkan proses bargaining dan konsesi.
Di Indonesia proses tersebut tidak dapat berjalan.
Kata kunci; Jaringan advokasi internasional HAM Papua, efek boomerang,Indonesia
ABSTRACT
This dissertation explains about
Transnational Advocacy Network (TAN) in voicing their aspiration and the
strategy used in pressuring Indonesia during the period 2009-2014. Specifically,
these charges and analyze the boomerang effect.
The theoretical framework used is the theory elaborated by Keck and
Sikkink (1999) about Human Rights TAN in Papua and the theory elaborated by
Risse, Ropp and Sikkink (2007) about the power of human rights in changing the
domestic policy of a country.
Qualitative research method with a specific case study is used to explain
the macro-micro linkage and interplay between the KNPB network in Papua with
the nationalist movement of Free West Papua Campaign (FWCP)/International
Lawyers for West Papua (ILWP)/International Parliament for West Papua
(IPWP).
The finding of the study shows that the Human Rights TAN in Papua failed
to intervene and change the national policy according to their advocacy agenda.
Political opportunity structure failed to show support towards their agenda and
the boomerang effect did not occur. The government responded with repression
towards KNPB activists.
This research also found that the failure of the advocacy strategy is due to
unsufficient condition, and lack of support from domestic audience in Indonesia.
Besides that, the process of norm socialization did not follow the spiral mode
suggested by Risse, Ropp and Sikkink. This case showed that the process of norm
socialization included a bargaining and concession. In Indonesia, during the
period covered in this study, the process of bargaining and concession failed to be
implemented.
Keywords : Human Rights Trans
No copy data
No other version available