Text
TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT NOMOR: 440/PDT.G/2013/PN.JKT.PST TERKAIT GUGATAN PEMBATALAN HIBAH GUNA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI LEGITIMARISDIHUBUNGKAN DENGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATAHUKUM PERDATA
Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan kata lain, mengatur peralihan harta kekayaanyang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat-akibatnya bagi ahli waris.Saat ini pengaturan hukum waris di Indonesia masihbersifatpluralismekarena belum adanya pengaturan khusus yang bersifat nasional.Dalam praktek di masyarakat sebagaimanayang ada pada putusan PengadilanNegeri Jakarta Pusat Nomor440/Pdt.G/2013, terdapat perjanjian hibah dengan objek harta waris yang belum dibagi warisdalam suatu keluarga Timur Asing bukan Tionghoayang dituangkan di dalam Akta Hibah Nomor141.Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 440/Pdt.G/2013menyatakan bahwa perjanjian hibahtersebut batal demi hukum karena harta waris yang belum dibagi waris tidak dapat dihibahkan danmenetapkan ahli warisnyamengacu pada KUHPerdata.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertimbangan hukum putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tentang keabsahan hibah dankedudukan hak mewarispara pihakdihubungkan dengan KUHPerdata.Metode penelitian yang digunakan adalahmetode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian berupa deskriptif analitis melalui data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan.Metode analisis data yang digunakan adalah metode normatif kualitatif.Hasil penelitianmenunjukkan pertama,perjanjian hibah yang dituangkan di dalam Akta Hibah Nomor 141 tidak sah secara hukum karena perjanjiantersebut tidak memenuhi salah satu syarat sahnya perjanjiandi dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebab yang halal (syarat objektif) karena telah mengakibatkan hilangnya hak ahli waris lainnyaatas harta waris, sehingga perjanjian hibah tersebut menjadi batal demi hukumsebagaimana diatur di dalam Pasal 1335KUHPerdata. Kedua,para pihak selaku ahli waris tergolong sebagai ahli waris yang sah menurut hukum waris Hindu dalam kelompok sapindayaitu kelompok keturunan berdasarkan pertalian darah menurut garis ke bawah dan ke atas, baik menurut garis ibu maupun garis bapak (purusa),namun berdasarkan hukum waris Hindu, ahli waris laki-lakimempunyai kedudukan yanglebih tinggi dibanding ahli waris perempuan dalam haknya sebagai ahli waris. BerdasarkanketentuanPasal 131 ayat (2) sub b ISjo. Stb 1924-556,hukum waris yang berlaku bagi orangTimur Asing bukan Tionghoa ialah hukum waris agama dan hukum adatnya masing-masing
No copy data
No other version available