Text
KEDUDUKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK ATAS BIAYA HAK PENGGUNAAN FREKUENSI DALAM PROSES PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan salah satu penerimaan negara yang diperoleh oleh otoritas publik untuk pelayanan komoditas tertentu akan digunakan kembali untuk publik. Salah satu wadah pemerolehan PNBP adalah melalui penggunaan frekuensi. Sementara itu, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga dimana dalam masa tersebut kepada Kreditor dan Debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utangnya dengan memberikan rencana pembayaran, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut. Diketahui bahwa apabila terdapat kesulitan dalam pembayaran PNBP, maka dapat ditempuh upaya melalui perdamaian dalam PKPU. Akan tetapi, terdapat kasus mengenai piutang yang dimiliki oleh Kreditor Preferen malah tidak dijadikan sebagai piutang preferen, serta kedudukan Kreditornya menjadi Kreditor Konkuren. Penelitian ini dibuat agar didapatkan kesimpulan tentang bagaimana kedudukan PNBP atas biaya hak penggunaan frekuensi dalam proses PKPU berdasarkan Hukum Positif di Indonesia. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif melalui pengkajian perundang-undangan yang berlaku mengenai Hukum Administrasi Negara, Hukum Kepailitan, dan Hukum Perdata untuk menemukan jawaban atas masalah tersebut. Dapat disimpulkan melalui penulisan penelitian ini bahwa kedudukan PNBP atas biaya hak penggunaan frekuensi dalam proses PKPU adalah sebagai piutang preferen yang dimiliki oleh negara sebagai Kreditor Preferen. Dikarenakan adanya penempatan negara sebagai Kreditor Konkuren dalam kasus yang bersangkutan, maka solusinya adalah untuk memposisikan negara sebagai Kreditor Preferen agar piutangnya juga menjadi piutang preferen.
No copy data
No other version available