Skripsi
Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan Agama Medan Nomor 2258/Pdt.G/2015/PA.Mdn Tentang Pembatalan Perkawinan Ditinjau Dari Undang-Undang Tentang Perkawinan
STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MEDAN NOMOR 2258/PDT.G/2015/PA.MDN TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINANMuhammad Iqbaal Firmansyah110110140209ABSTRAKBerdasarkan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 setiap orang yang berada di Negara Indonesia berhak untuk melanjutkan keturnan melalui perkawinan yang sah. Salah satu tujuan dari perkawinan ialah untuk membentuk rumah tanggayang bahagia dan kekal, tetapidalam sebuah perkawinan dapat putus baik melalui perceraian maupun pembatalan perkawinan. Dalam permohonan pembatalan perkawinan bernomor 2258/Pdt.G/2015/PA.Mdnyang terjadi di Pengadilan Agama Medan, pihak isteri selaku Penggugat mengajukan pembatalan perkawinan kepada suaminya selaku Tergugat I yang dimana melakukan poligami tanpa memiliki izin dari Pengadilan Agama Medan. Kasus ini diputus dengan putusan akhir berupa diterimanya permohonan pembatalan perkawinan antara Penggugatdan Tergugat I. Dalam penelitian ini penulis bertujuan untuk meneliti apakah pengajuan pembatalan perkawinan dapat diajuakan melaluti gugatan dan meneliti pertimbangan hakim dalam memutus permohonan pembatalan perkawinan sudah sesuai dengan ketentuan yang ada dalam hukum perkawinan.Penelitian ini merupakan penelitian hukum (yuridis) normatif, yakni sebuah metode pendekatan dengan menggunakan kaidah-kaidah hukum yang ada sebagai alat untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.Lalu, spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, yakni menganalisa objek penelitian dengan memaparkan kasus permohonan pembatalan perkawinan tersebut yang terjadi di Pengadilan Agama Medan.Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan, pengajuan pembatalan perkawinan seharusnya diajukan melalui tata cara pengajuan permohonan bukan melalui gugatan, tetapi setelah dilakukannya penelitian, pembatalan perkawinan dapat diajukan dengan tata cara gugatan. Pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara ini dirasa kurang tepat, dimana kasus yang diajukan merupakan permohonan pembatalan perkawinan, tetapidasar hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim dalam Putusannyamenggunakan dasar hukum berupa perceraian, hal iniberdampak akibat hukum yang terjadi.
No copy data
No other version available