Text
PEMBERIAN MAHAR OLEH BAZIS KEPADA SETIAP PASANGAN DALAM PERKAWINAN MASSAL DI DKI JAKARTA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DAN HUKUM ISLAM
Pengaturan perkawinan di dalam Hukum Positif Indonesia dikembalikan
kepada aturan agamanya masing-masing, artinya bahwa keabsahan dan tata
cara pernikahan disesuaikan dengan syariat agama calom mempelai. Islam
mengenal Mahar sebagai harta pemberian calon suami kepada calon istri yang
merupakan sebuah syarat sah perkawinan menurut Hukum Islam, mahar
adalah mutlak merupakan harta suami dan bukan pemberian dari pihak lain.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menetapkan mengenai kedudukan serta
akibat hukum dari mahar perkawinan massal yang bersumber dari dana zakat.
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
yuridis normatif dengan menggunakan sumber data sekunder. Penelitian
dilakukan dengan dua tahap yakni penelitian kepustakaan dengan cara
melakukan pengkajian terhadap perarturan perundang-undangan terkait hukum
perkawinan dan literatur lainnya yang mendukung penelitian serta lapangan
dengan metode wawancara terhadap narasumber Majelis Ulama Indonesia
Provinsi Jawa Barat.
Mahar sebagai harta suami yang diberikan kepada istri merupakan
kewajiban yang dilakukan oleh Rasulullah sejak zaman dahulu untuk dijalankan
sebagai syariat Islam. Zakat sebagai mahar adalah bentuk perluasan dari
fungsi zakat, namun hal ini merupakan bentuk perluasan yang belum memiliki
ketentuan baik yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan maupun dalam
KHI, sehingga pemberian zakat dalam bentuk mahar memerlukan pengaturan
lebih lanjut sebagai bentuk perlindungan hukum agar tidak ada keraguan dalam
pelaksanaan pemberian zakat sebagai mahar. Bentuk dari perlindungan hukum
bagi zakat dapat berbentuk kesepakatan para ulama, misalnya Fatwa Majelis
Ulama Indonesia.
No copy data
No other version available