Text
KEDUDUKAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA SEBAGAI SUMBER HUKUM MATERIIL DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG KEAGAMAAN DI MAHKAMAH KONSTITUSI
Dalam sejarah pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi, Fatwa Majelis
Ulama Indonesia (MUI) pernah digunakan sebagai sumber hukum materil, namun pernah
juga Fatwa MUI dikeluarkan untuk menolak putusan Mahkamah Konstitusi. Kondisi
tersebut menimbulkan permasalahan kedudukan Fatwa MUI dalam pengujian undangundang, apakah diperlukan atau tidak. Kondisi tersebut menimbulkan dua pertanyaan
penelitian dalam skripsi ini, pertama, bagaimana Fatwa Majelis Ulama Indonesia sebagai
sumber hukum materiil mempengaruhi pengambilan putusan pengujian undang-undang
bidang keagamaan di Mahkamah Konstitusi? Kedua, kondisi seperti apa yang
mempengaruhi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dapat digunakan hakim konstitusi dalam
pengujian undang-undang keagamaan?
Untuk menjawab pertanyaan diatas penelitian ini menggunakan pendekatan sociolegal dengan spesifikasi penelitian deksriptif analitis. Penelitian ini akan menggunakan
tiga teori yakni, teori sumber hukum, teori penemuan hukum, serta teori hubungan
negara dan agama. Penelitian ini akan dilengkapi data hasil wawancara dengan
narasumber yang berkaitan dari Majelis Ulama Indonesia dan hakim Mahkamah
Konstitusi sebagai sumber data empiris untuk melihat bagaimana implementasi yang
terjadi secara langsung dalam praktik.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dalam penggunaan Fatwa sebagai sumber
hukum materiil berkaitan dengan pola hubungan negara dan agama di Indonesia, dan
Indonesia memiliki pola hubungan differentiation sehingga konsekuensi terhadap
eksistensi Fatwa ada dua hal, pertama, secara bentuk formal Fatwa Majelis Ulama
Indonesia dapat digunakan sebagai sumber hukum materill namun tidak membuat hakim
terikat secara langsung layaknya sumber hukum materiil lainnya. Kedua, untuk
menentukan apakah suatu pengujian undang-undang berkaitan dengan bidang
keagamaan atau tidak untuk kemudian menggunakan fatwa. Hal ini akan sangat
bergantung kepada dua hal: Pertama, faktor persepsi yang hakim pegang, dalam
persepsi hakim yang bersifat nasionalis akan berbeda dengan yang bersifat religius,
Kedua, Metode interpretasi yang dapat mengklasifikasikan undang-undang kepada nilai
keagamaan menurut peneliti hanya terdapat beberapa saja seperti dalam metode
gramatikal, historis atau teleologis
No copy data
No other version available