Skripsi
LEGALITAS LARANGAN MELINTAS DI WILAYAH UDARA UNI EMIRAT ARAB DAN BAHRAIN TERHADAP MASKAPAI PENERBANGAN QATAR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL
Uni Emirat Arab dan Bahrain melarang maskapai penerbangan Qatar untuk terbang melintas di wilayah udara dan mendarat di bandar udara Uni Emirat Arab dan Bahrain pada tanggal 5 Juni,2017. Meskipun demikian, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Qatar memiliki perjanjian internasional yang mengatur tentang larangan dan pertukaran hak untuk mengakses wilayah udara sesama pihak perjanjian internasional tersebut. Atas larangan tersebut, Qatar mengajukan permohonan kepada Dewan ICAO untuk memutus permasalahan ini. Akan tetapi, Uni Emirat Arab dan Bahrain berpendapat bahwa Dewan ICAO tidak memiliki jurisdiksi untuk memutus sengketa ini. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti legalitas darilarangan melintas di wilayah udara Uni Emirat Arab dan Bahrain terhadap maskapai penerbangan Qatardan bagaimana mekanisme penyelesaian sengketanyaatas kasus tersebut bedasarkan hukum internasional.Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif analitis, menggambarkan peraturan-peraturanhukum yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktik pelaksanaan hukum positif yang menyangkut dengan permasalahandalam penelitian ini. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan cara menganalisis permasalahan dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder atau bahan pustaka yang di dapat dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.Berdasarkan hasil dari penelitian ini, larangan melintas di wilayah udara Uni Emirat Arab dan Bahrain terhadap maskapai penerbangan Qatar tidak dapat dibenarkan menurut hukum internasional. Hal tersebut demikian karena larangan yang diberlakukan oleh Uni Emirat Arab dan Bahrain tidak sesuai dengan Konvensi Chicago 1944 dan IASTA 1944. Kemudian, sesuai Konvensi Chicago 1944 dan IASTA 1944, penyelesaian sengketa ini dapat ditempuh melalui negosiasi, permohonan kepada Dewan ICAO, dan melalui Mahkamah internasional atau arbitrase ad hoc
No copy data
No other version available