Skripsi
Tinjauan Yuridis terhadap Uraian Unsur dalam Ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12 huruf a atau b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dikaitkan dengan Prinsip Kepastian Hukum
Korupsi di Indonesia sudah menjadi suatu hal yang membudaya. Salah satu jenis korupsi yang sudah lama dikenal yaitu korupsi suap-menyuap. Dalam UndangUndang Tindak Pidana Korupsi, suap dibagi menjadi suap aktif yang subjek hukumnya merupakan pemberi suap dan suap pasif yang subjeknya adalah penerima suap. Namun, dalam ketentuan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang berlaku tersebut masih banyak ditemukan adanya pasal-pasal yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi suap pasif yang tumpang tindih pengaturannya dan berbeda-beda ancaman hukumannya. Sementara, salah satu tujuan hukum selain daripada menjamin keadilan dan kemanfaatan hukum, diperlukan pula kepastian hukum. Ketentuan-ketentuan tersebut terdapat antara lain dalam Pasal 5 ayat (2) dengan Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami penerapan ketentuan suap pasif di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan batasan dari ketentuan-ketentuan tersebut agar tidak terjadi beragam penafsiran.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dikaitkan dengan teori-teori hukum dan asas-asas hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diperkuat dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Serta pengumpulan data-data primer dan sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
Berdasarkan Hasil penelitian ini diketahui bahwa didalam praktiknya sulit untuk membedakan antara ketentuan Pasal 5 ayat (2) dengan Pasal 12 huruf a dan b secara substantif. Ragam pertimbangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum menyebabkan adanya kesulitan untuk mengetahui batas diantara keduanya. Akar permasalahn kemiripan antara unsur pasal dalam Undang-Undang Tipikor ini terjadi secara tidak sengaja selama proses perumusan Undang-Undang yang dinilai kurang cermat, hal ini berakibat pada adanya perumusan ketentuan mengenai suap pasif yang sama unsur-unsur deliknya yaitu dalam Pasal 5 ayat (2) dengan Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Tipikor.
No copy data
No other version available