Skripsi
DAMPAK PENGELOLAAN SUNGAI NIL OLEH MESIR DAN SUDAN SEBAGAI NEGARA SUKSESOR DARI PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM NILE WATERS AGREMEENTS 1929 DAN 1959 TERHADAP PEMBANGUNAN GRAND ETHIOPIAN RENAISSANCE DAM BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL
Kebutuhan dan kebiasaan manusia untuk berbagi air dalam kehidupan sehari-hari
telah berlangsung sejak zaman dahulu. Salah satunya adalah pemanfaatan air yang
berasal dari sungai lintas batas Negara yang berfungsi untuk kebutuhan irigasi, agrikultur,
hingga riset dan teknologi. Sebagai contoh adalah Sungai Nil, yang merupakan salah satu
aset terbesar milik Afrika dan sungai terbesar kedua di Dunia. Sungai Nil memiliki panjang
sekitar 6.700 kilometer atau sekitar 1/10 luas dari dataran Afrika itu sendiri. Dengan
terbentang luasnya Sungai Nil, maka setiap Negara yang di lalui Sungai Nil berhak
memanfaatkannya secara adil sesuai dengan kebiasaan dalam hukum internasional. Atas
dasar tersebut, Ethiopia pada tahun 2011 membangun proyek besar yang dinamakan
Grand Ethiopian Rennaisance Dam demi membantu permasalahan energi di Ethiopia dan
juga negara-negara tetangganya. Namun, Mesir dan Sudan menentang keras
pembangunan proyek tersebut dengan alasan bahwa hak mengelola Sungai Nil hanya
milik mereka berdasarkan Nile Waters Agreement pada tahun 1929 dan 1959 untuk
membangun sistem irigasi demi mengontrol penggunaan air Sungai Nil. Pandangan
mengenai keberlanjutan hak Mesir dan Sudan tersebut membuat pertentangan pada
bidang-bidang hukum internasional yaitu hukum suksesi negara, hukum perjanjian
internasional dan hukum pemanfaatan jalur air internasional.
Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif melalui konvensikonvensi
hukum internasional mengenai suksesi negara terhadap perjanjian
internasional, konvensi hukum internasional mengenai pemanfaatan jalur air
internasional, prinsip-prinsip hukum umum, serta yurisprudensi untuk pembanding
dalam membantu menemukan jawaban atas masalah tersebut.
Hasil dalam penulisan penelitian ini menyimpulkan bahwa hak Mesir dalam
mengelola Sungai Nil dalam Nile Waters Agreement 1929 antara Kerajaan Inggris dan
Mesir dapat langsung berlanjut bagi Mesir selaku negara suksesor menurut Hukum
Internasional. Namun, pemanfaatan Sungai Nil yang lahir dari hak dalam Nile Waters
Agreement 1929 tersebut tidak sejalan sejalan dengan prinsip pemanfaatan yang adil
dalam hukum jalur air internasional. Selain itu, dampak hukum yang timbul dalam Nile
Waters Agreement 1959 tidak dapat mengikat Ethiopia sebagai negara pihak ketiga
menurut hukum internasional.
No copy data
No other version available