Skripsi
AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DIBAWAH TANGAN DENGAN SURAT KUASA MENJUAL MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
Pada perjanjian pinjam meminjam tidak ada peraturan yang
mensyaratkan bahwa perjanjian tersebut harus dilakukan secara otentik
atau dibawah tangan. Dalam perkembangannya perjanjian pinjam
meminjam uang diikuti dengan perjanjian dibawah tangan. Hal ini seperti
apa yang diatur dalam Pasal 1338 (1) yang dikenal sebagai Asas
Kebebasan Berkontrak. Pada praktiknya pinjam meminjam uang dibawah
tangan biasannya diikuti dengan pemberian kuasa yang objeknya adalah
Surat Kuasa Menjual yang merupakan salah satu bentuk surat kuasa yang
sering dijumpai di masyarakat. Pemberian kuasa dalam hukum positif
indonesia diatur didalam Buku III Bab XVI mulai dari Pasal 1792 sampai
dengan Pasal 1819 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian
pinjam meminjam uang dibawah tangan yang diikuti dengan Surat Kuasa
Menjual perlu dikaji secara yuridis lebih lanjut, mengingat apabila Surat
Kuasa Menjual telah dibuat, maka setiap saat pemberi pinjaman atau
penerima kuasa dapat melakukan transaksi jual beli atas kuasannya,
terlepas penerima pinjaman atau pemberi kuasa wanprestasi atau tidak.
Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang akan diteliti
dalam peneltian ini adalah: akibat hukum dari perjanjian pinjam meminjam
uang dibawah tangan dengan Surat Kuasa Menjual dan perlindungan
hukum bagi pemberi kuasa atau penerima pinjaman dalam pelaksanaan
kuasa menjual yang terkait dengan perjanjian pinjam meminjam. Metode
pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis
normatif dengan deskriptif analitik, yaitu suatu pendekatan yang mengkaji
menguji dan menerapkan asas-asas hukum serta prinsip–prinsip umum
hukum perdata.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa akibat hukum yang
akan timbul dari perjanjian pinjam meminjam uang dibawah tangan
dengan Surat Kuasa Menjual adalah batal demi hukum. Perjanjian pinjam
meminjam uang dibawah tangan yang diikuti dengan Surat Kuasa Menjual
disebut “Kuasa Mutlak” karena merupakan perjanjian yang bertentangan
dengan ketentuan Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982
Tentang Larangan Pengunaan Kuasa Mutlak sebagai Pemindahan Hak
atas Tanah dan Pasal 39 ayat (1) Huruf d Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Perlindungan hukum
terhadap pemberi kuasa terkait tanpa sepengetahuan dijualnya Sertifikat
Hak Milik atas Tanah adalah melakukan pengajuan permohonan di
Pengadilan Negeri bahwa perjanjian tersebut batal demi hukum.
No copy data
No other version available