Skripsi
STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA NO. 163/Pdt.G/KPPU/2017/PN.Jkt.Utr MENGENAI PERJANJIAN PENETAPAN HARGA SKUTER METIK OLEH PT. ASTRA HONDA MOTOR DAN PT. YAMAHA INDONESIA MOTOR MANUFACTURING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Hukum persaingan usaha diatur dengan tujuan untuk menciptakan iklim
persaingan usaha yang baik, karena persaingan usaha yang baik dapat memacu
para pengusaha untuk dapat berinovasi. Tak jarang, para pengusaha dalam
menjalankan usahanya melakukan segala cara agar mendapatkan keuntungan
maksimal. Salah satu perbuatan curang dalam persaingan usaha adalah
melakukan perjanjian penetapan harga oleh para pelaku usaha sejenisnya. Pada
umumnya, para pelaku usaha yang melakukan tindakan kecurangan tersebut tidak
menggunakan perjanjian secara tertulis, hal tersebut menyulitkan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha untuk menyelidiki apakah sudah terjadi tindakan
kecurangan tersebut. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisa apakah tindakan menaikkan harga yang dilakukan oleh PT. Astra
Honda Motor dan PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing merupakan
perjanjian penetapan harga dan apakah proses pembuktian yang dilakukan oleh
Majelis Hakim sudah mempertimbangkan asas-asas dalam hukum acara perdata.
Penulisan studi kasus ini dibuat berdasarkan metode pendekatan yuridis
normatif, yakni membatasi lingkup pemecahan masalah berdasarkan ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan, literatur akademis, serta bahan-bahan
lainnya yang berkaitan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil: Pertama, Putusan
Majelis Hakim yang menyatakan PT. Astra Honda Motor dan PT. Yamaha
Indonesia Motor Manufacturing telah melakukan perjanjian penetapan harga
adalah tidak tepat, karena tidak memenuhi unsur perjanjian penetapan harga
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kedua, alat bukti yang
diajukan oleh Investigator dari KPPU tidak sesuai dengan ketentuan pembuktian
hukum acara perdata karena alat bukti yang diajukan merupakan indirect evidence
dan testimonium de auditu, dimana dalam hukum acara perdata alat bukti yang
diajukan harus sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 164 HIR/284 Rbg
No copy data
No other version available