Skripsi
STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN NOMOR: 21- K/PMT-II/AD/VIII/2011 TENTANG PEMALSUAN ISI REKAM MEDIS DAN KEDUDUKANNYA DALAM UPAYA PEMBUKTIAN SEBAGAI SURAT
Ditemukan disini bahwa rekam medis (medical record) dapat
didudukkan sebagai alat bukti, namun dalam Putusan Nomor 21-K/PMTII/
AD/VIII/2011 Majelis Hakim menyatakan rekam medis didudukkan
sebagai barang bukti. Tujuan penelitian berhubungan dengan proses
dalam pembuktian, dapat dituangkan melalui uraian sesuai dengan
identifikasi masalah antara lain pertimbangan Hakim dalam Putusan
Nomor: 21-K/PMT-II/AD/VIII/2011 yang menyatakan rekam medis
(medical record) sebagai barang bukti dihubungkan dengan ketentuan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan dampak
atas kemungkinan jika alat bukti dijadikan barang bukti oleh Hakim.
Adapun metode penelitian yang digunakan untuk menindak-lanjuti
Putusan Nomor: 21-K/PMT-II/AD/VIII/2011 agar dapat dipahami kejelasan
dan penegasan kepastian terhadap pemeriksaan dan penyelesaian
perkara di pengadilan dengan tidak mengesampingkan ketelitian dan
kecermatan dalam mencari kebenaran dan keadilan. Maka metode
penelitian selengkapnya mempergunakan metode yuridis normatif.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pertimbangan Majelis
Hakim Putusan Nomor: 21-K/PMT-II/AD/VIII/2011 yang menyatakan
rekam medis (medical record) sebagai barang bukti dapat dianggap
kurang tepat sehingga dianggap lebih tepat dikatakan sebagai alat bukti
yang didasari ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf (b) Permenkes Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 dihubungkan dengan ketentuan Pasal 187
huruf (d) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Secara
berkelanjutan, tentang dampak yang menjadi konsekuensi jika alat bukti
dijadikan barang bukti oleh Hakim nampak terlihat melalui nilai kekuatan
pembuktian.
No copy data
No other version available