Skripsi
STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 80/PID.SUS/TPK/2014/PN.BDG TENTANG UNSUR MENGUNTUNGKAN DIRI SENDIRI ATAU ORANG LAIN SECARA MELAWAN HUKUM DIKAITKAN DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 003/PUU - IV/2006 JO PUTUSAN NOMOR 25/PUU - XIV/2016
Pengembalian kerugian negara oleh terdakwa dapat menjadi alasan bagi
hakim untuk mengurangi pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa yang
bersangkutan. Dalam praktek pengembalian hasil tindak pidana dikaitkan dengan
waktunya, bila pengembalian d
ilakukan sebelum penyidikan dimulai, sering
diartikan menghapus tindak pidana yang dilakukan seseorang. Namun bila
dilakukan setelah penyidikan dimulai, pengembalian itu tidak menghapus
pidananya dan bisa menjadi alasan untuk meringankan sanksi pidana alas
annya
pengembalian kerugian negara dianggap sebagai timbal balik karena telah
meringankan tugas negara, tidak mempersulit dari segi biaya, waktu, tenaga dan
pikiran negara.
Undang
-
Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Ti
n
dak
Pidana Korupsi juncto
Undang
-
Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan
Atas Undang
-
Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang menjadi landasan bagi upaya pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi mengalami perubahan mendasar. Perubahan pe
rtama terjadi pada
24 Juli 2006 ketika Mahkamah Konstitusi melalui putusan No 003/PUU
-
IV/2006
menyatakan norma Penjelasan Pasal 22 Ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor) bertentangan dengan konstitusi sehingga menjadi norma formil.
Perubahan kedua ter
jadi pada 25 Januari 2017, kembali MK melalui putusannya
No 25/PUU
-
XIV/2016 menyatakan, frasa kata "dapat" dalam rumusan Pasal 2 dan
Pasal 3 UU Tipikor bertentangan dengan konstitusi sehingga "tidak mengikatnya"
kata "dapat" menjadikan Pasal 2 dan Pasal 3
UU Tipikor menjadi delik materiil.
Pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi di dalam perubahan pertama
terkait norma dari rumusan frasa "secara melawan hukum" adalah perbuatan yang
hanya bertentangan dengan hukum tertulis, sedangkan hukum tidak tertulis
tidak
lagi masuk di dalamnya. Hal ini dikarenakan hukum tidak tertulis menimbulkan
ket
id
akpastian karena adanya kondisi dan pemah
aman masyarakat yang berbeda
-
beda dan berubah
-
ubah dari waktu ke waktu sehingga akan berbeda
-
beda pula di
setiap waktu dan temp
at. Perubahan ini dianggap mempersempit ruang bagi hakim
untuk menggali dan menemukan hukum sehingga hakim hanyalah corong
Undang
-
Undang atau hukum tertulis belaka. Sementara pertimbangan Mahkamah
Konstitusi dalam perubahan kedua terkait kata "dapat" dari
rumusan
"...dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara"
yang dianggap
bertentangan dengan konstitusi karena rumusan ini sering disalahgunakan oleh
aparatur penegak hukum untuk bertindak sewenang
-
wenang; sering menimbulkan
ketakutan dan kekhaw
atiran bagi pejabat pengambil keputusan; serta sering terjadi
kriminalisasi terhadap kebijakan dan keputusan diskresi pejabat administrasi.
Dampak hukum dalam praktik ke depannya adalah aparatur penegak hukum harus
dapat membuktikan adanya kerugian negara
yang riil sebelum melakukan
penyelidikan perkara korupsi. Apabila tidak dilakukan, para tersangka atau
terdakwa dapat mengajukan gugatan praperadilan atau gugatan lainnya kepada
pengadilan atas penetapannya sebagai tersangka/terdakwa dalam kasus korupsi
ka
rena tidak adanya bukti kerugian negara yang riil.
No copy data
No other version available