Skripsi
PEMBATASAN RENTANG WAKTU PENYELESAIAN PERKARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
Jumlah perkara pengujian undang-undang (PUU) yang diajukan ke Mahkamah
Konstitusi terus meningkat dari tahun ke tahun. Kenaikan jumlah perkara tersebut
menunjukkan semakin sentralnya peran Mahkamah Konstitusi sebagai pengadil bagi
pihak-pihak yang merasakan kerugian terhadap hak konstitusionalnya akibat
keberlakuan suatu undang-undang. Peranan yang semakin sentral tersebut haruslah
diiringi dengan kualitas persidangan serta putusan yang baik. Hal tersebut diperlukan
agar kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan dapat tetap terjaga. Namun, data
menunjukkan waktu penyelesaian perkara di Mahkamah Konstitusi makin lama setiap
tahunnya. Tidak sedikit pula perkara yang membutuhkan waktu bertahun-tahun sejak
registrasi hingga putusannya. Penelitian ini bertujuan untuk menggali mengenai praktik
penyelesaian perkara serta menganalisis urgensi pembatasan rentang waktu
persidangan perkara pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan metode sosio-legal yang
dilengkapi pendekatan perbandingan hukum. Pengumpulan data dilakukan dengan
studi kepustakaan (library research) untuk mendapatkan data-data sekunder berupa
bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang dianalisis secara kualitatif.
Penelitian ini juga menggunakan data hukum primer yang didapat dengan melakukan
wawancara dengan hakim konstitusi dan ahli hukum tata negara.
Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi penyelesaian perkara pengujian
undang-undang dalam perspektif waktu di Mahkamah Konstitusi. Variasi itu
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni penerapan diskresi yudisial, kebijakan
kelembagaan terkait penggabungan perkara, besarnya beban perkara, proses
perumusan putusan, dan para pihak berperkara. Penelitian juga menunjukkan bahwa
adanya prioritas penyelesaian perkara seharusnya diterapkan oleh Mahkamah
Konstitusi jika dikaji berdasarkan pendekatan hak asasi manusia (human rights-based
approach). Selain itu, urgensi untuk menerapkan batas waktu penyelesaian perkara
pengujian undang-undang terlihat dengan adanya praktik penyalahgunaan diskresi
dalam bentuk kegagalan untuk memenuhi peraturan hukum yang berlaku (failure to
observe rules of the law applicable) dan ketidaktaatan terhadap waktu (an undue sense
of time). Berdasarkan kajian perbandingan dengan Mahkamah Konstitusi Austria dan
Korea Selatan, ditemukan bahwa pembatasan waktu penyelesaian perkara pengujian
undang-undang adalah hal yang telah lama diterapkan.
No copy data
No other version available