Skripsi
PERBANDINGAN HUKUM TERHADAP PEMERIKSAAN PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM (INSIDER TRADING) DALAM UNDANGUNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DIBANDINGKAN DENGAN SISTEM HUKUM DI AMERIKA SERIKAT
Pasar modal Indonesia, dewasa ini belum mampu untuk meciptakan keadaan pasar modal
yang terintegrasi dan terpercaya sehingga dapat menarik para pembeli dan penjual efek untuk
berkecimpung dalam dunia pasar modal Indonesia. Salah satu penyebab menurunnya bahkan
hingga hilangnya kepercayaan investor pada pasar modal adalah dengan adanya praktik
perdagangan orang dalam (insider trading). Dari sekian kasus dugaan adanya praktik insider
trading di Indonesia, tak ada satupun yang dapat terungkap di “meja hijau”. Tak hanya di
Indonesia, permasalahan bahwa insider trading sulit untuk dibuktikan tersebut pun dirasakan di
Amerika Serikat. Seiring perkembangan zaman, Amerika Serikat pun mulai memperbaiki sistem
hukum serta regulasi hukumnya terkait keresahan mereka terhadap praktik insider trading ini.
Hal tersebut telah berhasil mengungkap satu per satu kasus dugaan insider trading di negaranya,
berdasaran data SEC bahwa pada tahun 2010 saja, SEC telah menagani 53 kasus insider trading
yang melawan 138 pelaku perorangan dan entitas, dan jumlah kasus yang ditangani ini
mengalami peningkatan sebesar 43% dibanding kasus-kasus yang terjadi pada tahun fiskal
sebelumnya. Sehingga hal ini perlu adanya pengkajian perbandingan terhadap pembuktian dari
kedua negara tersebut.
Metode pendekatan yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah yuridis normatif,
permasalahan yang ada diteliti berdasarkan peraturan perundang-undangan dan literatur yang
berkaitan dengan permasalahan pembuktian tindak pidana perdagangan orang dalam (insider
trading). Pengolahan data bersifat deskriptif analitis, data yang diperoleh berdasarkan kenyataan
dikaitkan dengan hukum yang berlaku, dibahas, dianalisis, kemudian ditarik kesimpulan yang
akhirnya digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada. Analisis data dilakukan dengan
metode normative kualitatif.
Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa terdapat perbedaan paham yang dianut dalam
menjamah cakupan insider trading, dimana Indonesia masih terpaku pada hubungan
pertanggungjawaban (fiduciary duty) untuk dapat dijadikan sebagai pelaku insider sedangkan
Amerika Serikat telah memperluasnya hingga mencakup siap saja yang memiliki akses informasi
(misappropriation theory). Kemudian titik tekan alat bukti pada benda seperti transaksi
elektronik merupakan hal pokok dalam pembuktian di Amerika Serikat sedangkan di Indonesia
harus disertai dengan alat bukti lain yang menyulitkan pengungkapan kasus insider trading.
No copy data
No other version available