Skripsi
PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA ATAS SERANGAN MALWARE (CYBER-ATTACKS) SEBAGAI BENTUK PREEMPTIVE SELFDEFENSE TERHADAP AKTIVITAS FASILITAS NUKLIR NEGARA LAIN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL (KASUS VIRUS STUXNET AMERIKA SERIKAT V. IRAN)
Berkembangannya pemanfaatan wilayah cyberspace oleh negaranegara
seiring dengan kemajuan zaman, memunculkan suatu fenomena
pengembangan metode pertahanan yang bersifat preemptif (preemptive
self-defense) dengan memanfaatkan cyber-attacks. Berdasarkan hal
tersebut, peneliti menyusun penelitian ini dengan tujuan menentukan
justifikasi pemanfaatan cyber-attacks sebagai bentuk preemptive selfdefense
yang sah serta bagaimana pertanggungjawabannya menurut
hukum internasional.
Penelitian ini dikaji berdasarkan metode pendekatan yuridis
normatif dan dipaparkan dengan metode deskripsi analitis. Metode
pendekatan yuridis dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
data sekunder. Sumber data difokuskan pada data sekunder yang terdiri
dari bahan hukum primer yaitu Piagam PBB, Tallin Manual on The Law
Applicable to a Cyberwarfare 2013, dan ILC draft Articles on
Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier.
Penelitian ini menghasilkan dua pembahasan. Pertama, doktrin
preemptive self-defense belum dapat menjustifikasi cyber-attacks sebagai
suatu bentuk pertahanan diri negara. Hak mempertahankan diri negara
baru dapat muncul apabila ancaman serangan telah secara nyata datang
maupun segera akan datang sehingga berdasarkan pengaturan dalam
hukum internasional maupun kebiasaan internasional terkait hak
mempertahankan diri, tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum
internasional. Kedua,Cyber-attacks sebagai sebuah operasi yang
dilakukan oleh suatu negara dapat menimbulkan pertanggungjawaban
negara secara internasional. Pertanggungjawaban negara timbul apabila
terdapat suatu tindakan yang dapat diatribusikan kepada suatu negara
tertentu dan tindakan tersebut merupakan sebuah pelanggaran terhadap
hukum internasional. Pengaturan hukum internasional tentang selfdefense
dalam pasal 51 Piagam PBB menyatakan bahwa hak
mempertahankan diri negara dapat muncul apabila suatu negara
mendapat ancaman serangan nyata dari negara lain dan kemudian telah
memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam piagam sebelum melakukan
tindakan pertahanan diri tersebut.
No copy data
No other version available